Selasa, April 28, 2009

nikah

PERNIKAHAN DALAM PERSPEKTIF ALQURAN
1.Pendahuluan
Salah satu ajaran yang penting dalam Islam adalah pernikahan (perkawinan). Begitu pentingnya ajaran tentang pernikahan tersebut sehingga dalam Alquran terdapat sejumlah ayat baik secara langsung maupun tidak langsung berbicara mengenai masalah pernikahan dimaksud
Nikah artinya menghimpun atau mengumpulkan. Salah satu upaya untuk menyalurkan naluri seksual suami istri dalam rumah tangga sekaligus sarana untuk menghasilkan keturunan yang dapat menjamin kelangsungan eksistensi manusia di atas bumi. Keberadaan nikah itu sejalan dengan lahirnya manusia di atas bumi dan merupakan fitrah manusia yang diberikan Allah SWT terhadap hamba-Nya. Rumah tangga Muslim merupakan tiang kehidupan sosial. Jika unsur individu sudah baik juga. Jika sebuah keluarga sudah baik, maka masyarakat akan baik. Dan rumah tangga muslim merupakan tempat yang efektif untuk melaksanakan praktik pendidikan dan pengajaran tentang Islam dan syi'ar-syi'arnya. Dari tengah rumah tangga ini tumbuh kasih sayang dan hikmah. Dan dari masing-masing individu lahirlah cinta kasih sayang, kemuliaan, kedermawanan dan perlindungan hak-hak dalam hidup. Di antara bentuk sikap atau perbuatan yang semestinya di jadikan 'perhiasan' sehari-hari oleh rumah tangga dalam rangka menampilkan nilai-nilai luhur Islam dan menjaga ketentraman dan keamanan masyarakat adalah senang kepada kesucian dan kebersihan. Oleh karena itu, dalam pembahasan singkat berikut akan dijelaskan sedikit tentang, konsep pernikahan dalam Al-quran, tujuan pernikahan, dan hikmah nikah.
2.Pengertian
Dalam Al-Quran ada dua kata kunci yang menunjukkan konsep pernikahan, yaitu zawwaja dan kata derivasinya berjumlah lebih kurang dalam 20 ayat dan nakaha dan kata derivasinya sebanyak kurang lebih dalam 17 ayat Yang dimaksud dengan nikah dalam konteks pembicaraan ini adalah ikatan (aqad) perkawinan
Perlu pula dikemukakan bahwa Ibnu Jini pernah bertanya kepada Ali mengenai arti ucapan mereka nakaha al-mar ah, Dia menjawab : “orang-orang Arab menggunakan kata nakaha dalam konteks yang berbeda, sehingga maknanya dapat dipisahkan secara halus, agar tidak menyebabkan kesimpangsiuran. Kalau mereka mengatakan nakaha fulan fulanah, yang dimaksud adalah ia menjalin ikatan perkawinan dengan seorang wanita. Akan tetapi apabila mereka mengatakan nakaha imraatahu, yang mereka maksudkan tidak lain adalah persetubuhan Lebih jauh lagi al – Karkhi berkata bahwa yang dimaksud dengan nikah adalah ikatan perkawinan, bukan persetubuhan. Dengan demikian bahwa sama sekali tidak pernah disebutkan dalam Al-Quran kata nikah dengan arti wati’, karena Al – Quran menggunakan kinayah. Penggunaan kinayah tersebut termasuk gaya bahasa yang halus
Ada beberapa definisi nikah yang dikemukakan ulama fiqh, tetapi seluruh definisi tersebut mengandung esensi yang sama meskipun redaksionalnya berbeda. Ulama Mazhab Syafi’i mendefinisikannya dengan “akad yang mengandung kebolehan melakukan hubungan suami istri dengan lafal nikah/kawin atau yang semakna dengan itu”. Sedangkan ulama Mazhab Hanafi mendefinisikannya dengan “akad yang memfaedahkan halalnya melakukan hubungan suami istri antara seorang lelaki dan seorang wanita selama tidak ada halangan syara’.
Definisi jumhur ulama menekankan pentingnya menyebutkan lafal yang dipergunakan dalam akad nikah tersebut, yaitu harus lafal nikah, kawin atau yang semakna dengan itu. Dalam definisi ulama Mazhab Hanafi, hal ini tidak diungkapkan secara jelas, sehingga segala lafal yang mengandung makna halalnya seorang laki-laki dan seorang wanita melakukan hubungan seksual boleh dipergunakan, seperti lafal hibah. Yang dapat perhatian khusus bagi ulama Mazhab Hanafi, disamping masalah kehalalan hubungan seksual, adalah tidak adanya halangan syara’ untuk menikahi wanita tersebut. Misalnya. Wanita itu bukan mahram (mahram atau muhrim) dan bukan pula penyembah berhala. Menurut jumhur ulama, hal-hal seperti itu tidak dikemukakan dalam definisi mereka karena hal tersebut cukup dibicarakan dalam persyaratan nikah.
Perkawinan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan
Allah berfirman di dalam al-Qur'an surat ad-Dzariat: 49
       
Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.

Firman-Nya pula dalam surat yasiin: 36
             
Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.

Perkawinan suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak, berkembang biak dan kelestarian hidupnya, setelah masing-masing pasangan siapmelakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan.



Firman Allah dalam surat al-Hujuraat: 13
 ••      
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
Firman Allah pula dalam surat an-Nisa: 1
 ••                
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya. Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.

Tuhan tidak mau menjadikan manusia itu seperti makhluk lainnya, yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan antara jantan dan betinanya secara anarki, dan tidak ada satu aturan. tetapi demi menjaga kehormatan dan martabat kemuliaan manusia, Allah adakan hukum sesuai dengan martabatnya.

Sehingga hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat dan berdasarkan saling meridhai, dengan upacara ijab kabul sebagai lambang dari adanya rasa ridha-meridhai, dan dengan dihadiri para saksi yang menyaksikan kalau pasangan laki-laki dan perempuan itu telah saling terikat.

Bentuk perkawinan ini telah memberikan jalan yang aman pada naluri (seks), memelihara keturunan dengan baik dan menjaga kaum perempuan agar tidak laksana rumput yang bisa dimakan oleh binatang ternak dengan seenaknya.

Pergaulan suami-isteri diletakkan di bawah naungan naluri keibuan dan kebapaan, sehingga nantinya akan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang baik dan membuahkan buah yang bagus.

Imam Muhammad Abu Zahrah (w. 1394 H/1974 M), ahli hukum Islam dari Universitas al-Azhar, berpendapat bahwa perbedaan kedua definisi di atas tidaklah bersifat prinsip. Yang menjadi prinsip dalam definisi tersebut adalah nikah itu membuat seorang lelaki dan seorang wanita halal melakukan hubungan seksual. Untuk mengkompromikan kedua definisi, Abu Zahrah mengemukakan definisi nikah, yaitu “akad yang menjadikan halalnya hubungan seksual antara seorang lelaki dan seorang wanita, saling tolong menolong di antara keduanya serta menimbulkan hak dan kewajiban di antara keduanya”. Hak dan kewajiban yang dimaksudkan Abu Zahrah adalah hak dan kewajiban yang datangnya dari asy-Syar’I-Allah SWT dan Rasul-Nya.

3.Tujuan Pernikahan
Salah satu ayat yang biasanya dikutip dan dijadikan sebagai dasar untuk menjelaskan tujuan pernikahan dalam Al-Quran adalah (artinya ) “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang …” (Q.S.30:21 ).
Berdasarkan ayat di atas jelas bahwa Islam menginginkan pasangan suami istri yang telah membina suatu rumah tangga melalui akad nikah tersebut bersifat langgeng. Terjalin keharmonisan di antara suami istri yang saling mengasihi dan menyayangi itu sehingga masing-masing pihak merasa damai dalam rumah tangganya.
Rumah tangga seperti inilah yang diinginkan Islam, yakni rumah tangga sakinah, sebagaimana disyaratkan Allah SWT dalam surat ar-Rum (30) ayat 21 di atas. Ada tiga kata kunci yang disampaikan oleh Allah dalam ayat tersebut, dikaitkan dengan kehidupan rumah tangga yang ideal menurut Islam , yaitu sakinah (as-sakinah), mawadah (al-mawaddah), dan rahmat (ar-rahmah). Ulama tafsir menyatakan bahwa as-sakinah adalah suasana damai yang melingkupi rumah tangga yang bersangkutan; masing-masing pihak menjalankan perintah Allah SWT dengan tekun, saling menghormati, dan saling toleransi.
Dari suasana as-sakinah tersebut akan muncul rasa saling mengasihi dan menyayangi (al-mawadah), sehingga rasa tanggung jawab kedua belah pihak semakin tinggi. Selanjutnya, para mufasir mengatakan bahwa dari as-sakinah dan al-mawadah inilah nanti muncul ar-rahmah, yaitu keturunan yang sehat dan penuh berkat dari Allah SWT, sekaligus sebagai pencurahan rasa cinta dan kasih suami istri dan anak-anak mereka.

4.Hikmah Nikah
Ulama fiqh mengemukakan beberapa hikmah perkawinan, yang terpenting di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Menyalurkan naluri seksual secara sah dan benar. Secara alami, naluri yang sulit dibendung oleh setiap manusia dewasa adalah naluri seksual. Islam ingin menunjukkan bahwa yang membedakan manusia dengan hewan dalam menyalurkan naluri seksual adalah melalui perkawinan, sehingga segala akibat negatif yang ditimbulkan oleh penyaluran seksual secara tidak benar dapat dihindari sedini mungkin. Oleh karena itu, ulama fiqh menyatakan bahwa pernikahan merupakan satu-satunya cara yang benar dan sah dalam menyalurkan naluri seksual, sehingga masing-masing pihak tidak merasa khawatir akan akibatnya. Inilah yang dimaksudkan Allah SWT dalam firman-Nya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang …” (QS.30:21). Berkaitan dengan hal itu, Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Wanita itu (dilihat) dari depan seperti setan (menggoda), dari belakang juga demikian. Apabila seorang lelaki tergoda oleh seorang wanita, maka datangilah (salurkanlah kepada) istrinya, karena hal itu akan dapat menentramkan jiwanya” (HR. Muslim, Abu Dawud, dan at-Tirmizi).
2. Cara paling baik untuk mendapatkan anak dan mengembangkan keturunan secara sah. Dalam kaitan ini, Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Nikahilah wanita yang bisa memberikan keturunan yang banyak, karena saya akan bangga sebagai nabi yang memiliki umat yang banyak dibanding nabi-nabi lain di akhirat kelak” (HR. Ahmad bin Hanbal).
3. Menyalurkan naluri kebapakan atau keibuan . Naluri ini berkembang secara bertahap, sejak masa anak-anak sampai masa dewasa. Seorang manusia tidak akan merasa sempurna bila tidak menyalurkan naluri tersebut.
4. Memupuk rasa tanggung jawab dalam rangka memelihara dan mendidik anak, sehingga memberikan motivasi yang kuat bagi seseorang untuk membahagiakan orang-orang yang menjadi tanggung jawab.
5. Membagi rasa tanggung jawab antara suami dan istri yang selama ini dipikul masing-masing pihak.
6. Menyatukan keluarga masing-masing pihak, sehingga hubungan silaturrahmi semakin kuat dan terbentuk keluarga baru yang lebih banyak.
7. Memperpanjang usia. Hasil penelitian masalah-masalah kependudukan yang dilakukan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1958 menunjukkan bahwa pasangan suami istri mempunyai kemungkinan lebih panjang umurnya dari pada orang-orang yang tidak menikah selama hidupnya.
8. Dengan menikah kita juga dapat mendapatkan anak yang shalih dan mematahkan syahwat, kita juga dapat mengatur rumah tangga, memperbanyak keluarga dan mendapat pahala atas jerih payah memberi nafkah bagi mereka. jika anaknya shalih, maka ia mendapat berkah doanya dan jika anak-nya wafat, maka ia menjadi pemberi syafa'at baginya.
Oleh karena itu, ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa untuk memulai suatu perkawinan ada beberapa langkah yang perlu dilalui dalam upaya mencapai cita-cita rumah tangga sakinah. Langkah-langkah itu dimulai dari peminangan (khitbah) calon istri oleh pihak laki-laki dan melihat calon istri; sebaliknya, pihak wanita juga berhak melihat dan menilai calon suaminya itu dari segi keserasiannya (kafaah). Masih dalam pendahuluan perkawinan ini, menurut ulama fiqh, Islam juga mengingatkan agar wanita yang dipilih bukan orang yang haram dinikahi (mahram). Dari berbagai rangkaian pendahuluan perkawinan ini, menurut Muhammad Zaid al-Ibyani (tokoh fiqh dari Bagdad), Islam mengharapkan dalam perkawinan nanti tidak muncul kendala yang akan menggoyahkan suasana as-sakinah, al-mawadah, dan ar-rahmah.

5. Kewajiban suami kepada isteri
1. Adil :
• Kodrat wanita ‘bengkok’ : dikeraskan bisa patah, dilunakkan tetap bengkok.
• Dalam memutuskan keputusan yg berhubungan dg rumah tangga dilarang dalam keadaan marah, karena yang dominan adalah hawa nafsu.
• Fenomena poligami di dunia arab telah didukung oleh kemampanan ekonomi suami, sehingga sikap adil dalam pemberian nafkah ekonomi bisa diberikan maksimal. Adil juga dalam kasih sayang terhadap istri-istri.
2. Pemimpin
• Visi dan misi berumah tangga adalah mewujudkan keluarga Sakinah Mawadadah wa Rahmah.
• Juga untuk mewujudkan keluarga yang dekat da mengenal Allah swt, dan menjadi tanggung jawab suami untuk membawa istri dan anak-anak kepada Tauhid sebagai pertanggungjawaban nanti di akhirat (QS : Wahai orang –orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka).
3. Pemberi Nafkah
Ternyata suami punya tugas berat terhadap keluarganya, mencari nafkah, mengelola rumah tangga. Seyogyanya suami mampu memberikan nafkah sebagaimana sang istri terima ketika masa gadisnya oleh orang tuanya. tapi Jika isteri mampu bersikap sabar dengan segala keterbatasan suami, itulah kebaikan yang besar bagi sang istri.
4. Pendidikan Isteri
Istri juga berhak mendapatkan pendidikan, jika suami sudah S3 tak salah pula untuk menyekolahkan istri lebih tinggi. Jika istri tak bisa mengaji menjadi kewajiban suami untuk mengajarkan atau mencarikan lembaga pendidikan supaya bisa menjadi bisa mengaji.
5. Pelindung Keluarga
6. Bergaul dengan lembah lembut.
Allah berfirman di dalam surat an-Nisaa ayat 19
  
dan bergaullah dengan mereka secara patut.


Kelembutan suami dalam berhubungan dengan kolega kantor hendaknya juga menjadi sikap yang sama pada istri di rumah tangga.
Tipe-tipe keluarga: Keluarga kayak kubur (sunyi, senyap), keluarga masjid ( istri dan suami saling mengajak kepada Allah).

7. Sabar
8. Membayar mahar, (makan, pakaian, tempat tinggal)
9. Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan.
Allah berfirman di dalam surat an-Nisaa ayat 34
                                       •     
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannyaSesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.
‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.
10. Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.).

6. kewajiban isteri terhadap suaminya
1: Istri yang sholeh adalah yang taat pada perintah Allah, yang menunjukkan perempuan tersebut selalu ingat pada Tuhannya.
2: Istri yang ceria itu enak dipandang, karena dia bisa merawat diri dan menjaga perbuatannya. Perempuan yang berhias di dalam rumah itu membahagiakan.
3: Istri sepatutnya selalu taat pada suami, sepanjang tidak melawan kesukaan Allah. Hal ini menunjukkan karakternya yang tulus, yang berlawanan dengan kesombongan.
4: Istri yang membantu suami dalam memenuhi janji pernikahannya, sepanjang tidak bertentangan dengan kesukaan Allah. Ini menunjukkan loyalitas.
5: Istri mesti menjaga kesuciannya, dengan melindungi kehormatan suaminya. Ini menunjukkan bahwa sang istri layak dipercaya. Ini adalah sangat penting dalam pernikahan, dan bisa berakibat menguatnya atau runtuhnya pernikahan. Ini akan mempengaruhi kedamaian hati suami dan akan sangat menggangu keberhasilannya baik di dalam maupun di luar rumah.
6: Istri menjaga kekayaan dan harta milik suami, dengan secara bijak mengolah apa yang dipercayakan padanya. Ini menunjukkan sang istri cerdas dan handal, karena istri menunjukkan kebolehannya dalam urusan suami. Ini adalah karakter luar biasa, yang sangat dibutuhkan suami yang ingin terus meningkatkan posisi keluarga di masyarakat.
7: Istri mengasuh anak-anak suaminya seperti yang diinginkan sang suami. Hal ini menunjukkan sang istri sangat mengasihi dan menyayangi, dan anak-anaknya menjadi prioritas utama.
8: Istri yang di saat ditinggal suaminya menolak orang lain masuk rumah tanpa ijin sang suami. Keluarga istri selalu diijinkan, kecuali yang dilarang oleh sang suami. Juga, di saat suami pergi, sang istri bisa menerima saudara laki-laki suami masuk rumah; namun dia hanya boleh masuk sampai ruangan khusus, seperti ruang tamu, dan saudara ipar tersebut tidak boleh berduaan dengan sang istri. Contoh lainnya, sang istri tidak semestinya meninggalkan rumah suami tanpa ijin. Sekalipun perempuan diperbolehkan untuk datang ke Masjid, namun mereka harus mendapatkan ijin dari suami sebelum berangkat ke Masjid atau hendak beribadah puasa.
9: Istri yang tidak menolak saat dipanggil suami ke tempat tidur. Pekerjaan istri di rumah memang berat, namun begitu juga godaan yang dihadapi suami di luar rumah di setiap harinya. Jadi, seorang istri yang bijak akan mengerti bagaimana caranya untuk melegakan sang suami, dengan diantaranya memenuhi hasrat suami.
10: Istri berlaku ramah pada orang tua suami. Artinya, sang istri menunjukkan keramahan pada orang tuanya, sebagaimana menantu yang baik berperilaku, dengan setia melayani mereka. Perbuatan semacam ini memperkuat ikatan suami istri, karena hal ini menunjukkan penghormatan.
dua nilai penting bagi suami, yang ingin memiliki keturunan yang baik dan ingin memberikan anak mereka pasangan hidup yang baik. Yang pertama adalah untuk orang tua terutama sang bapak yang menginginkan anak-anak yang patuh, mesti menjaga perilakunya, atau anak-anaknya akan tumbuh menjadi tidak patuh. Orang tua tidak bisa memberikan pada mereka apa yang mereka tidak punyai. Yang kedua adalah pada sahabat Rasulullah, di saat mereka membawa calon pengantin perempuan pada suaminya, menasehati mereka untuk melayani suami, dan berbuat baik pada orang tuanya.
7. Pesan-pesan di dalam pernikahan

1. CINTA.
Cinta itu adalah kecenderungan hati kepada sesuatu. Kecenderungan ini boleh jadi disebabkan lezatnya yang dicintai atau karena manfaat yang diperoleh daripadanya. Cinta sejati antar manusia terjalin bila ada sifat-sifat pada yang dicintai sesuai dengan sifat yang didambakannya. Rasa inilah yang menjalin pertemuan antara kedua pihak dalam saat yang sama dicintai dan mencintai

2. MAWADDAH:
Yaitu sesuatu di atas cinta yang seharusnya mengikat hubungan suami istri. Tahukah ananda berdua, apa yang disebut mawaddah itu ?
Mawaddah, maknanya berkisar pada kelapangan dan kekosongan . Kelapangan dada dan kekosongan jiwa dari kehendak buruk. Demikian menurut pakar M. Quraish Shihab. Mawaddah itu adalah cinta plus. Bukankah yang mencintai, disamping akan terus berusaha mendekat dan mendekat- sesekali hatinya kesal juga, sehingga cintanya pudar, bahkan putus. Sedang bagi orang yang didalam hatinya bersemi mawaddah atau cinta plus itu, dia tidak akan memutuskan hubungan, seperti yang biasa terjadi pada orang yang bercinta. Ini disebabkan hatinya begitu lapang dan kosong dari keburukan, sehingga pintunya pun sudah tertutup, tidak bisa dihinggapi keburukan lahir dan batin, yang mungkin datang dari pasangannya. Mawaddah adalah cinta plus yang tampak dampaknya pada perlakuan, serupa dengan tampaknya kepatuhan akibat rasa kagum dan hormat kepada seseorang.


3. RAHMAH.
Rahmah adalah kondisi psikologis, yang muncul di dalam hati, akibat menyaksikan ketidak berdayaan, sehingga mendorong yang bersangkutan untuk melakukan pemberdayaan. Karena itu, dalam kehidupan keluarga masing-masing suami dan istri akan bersunguh-sungguh , bahkan bersusah payah, demi mendatangkan kebaikan bagi pasangannya.
Rahmah itu menghasilkan kesabaran......., murah hati, tidak angkuh, tidak mencari keuntungan bagi diri sendiri, tidak pemarah dan tidak pendendam. Ia menutupi segala sesuatu dan sabar menanggung segalanya. Sementara mawaddah tidak mengenal batas dan tidak berkesudahan.
Mengapa Al Quranul Karim menggaris bawahi hal ini dalam rangka jalinan perkawinan. Agaknya karena betapapun hebatnya seseorang, pasti dia memiliki kelemahan. Dan betapapun lemahnya seseorang pasti ada juga unsur kekuatannya. Suami dan istri tidak luput dari keadaan demikian, sehingga suami dan istri harus berusaha untuk saling melengkapi.



Allah berfirman di dalam al-Quran surat an-Nisaa ayat 1
 ••           
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya

Firman-firman tersebut mengandung isyarat, bahwa suami dan istri harus dapat menjadi diri pasangannya dalam arti masing-masing harus merasakan dan memikirkan apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh pasangannya dan masing-masing harus mampu memenuhi kebutuhan pasangannya itu.
Allah berfirman di dalam surat al-Baqarah ayat 187
  •  

Istri-istri kamu adalah pakaianmu dan kamu adalah pakaian mereka
Ayat tersebut tidak hanya mengisyaratkan, bahwa suami dan istri saling membutuhkan, melainkan juga berarti, suami dan istri masing-masing menurut kodratnya memiliki kekurangan, harus dapat berfungsi menutup kekurangan pasangannya itu.

4. AMANAH
Istri adalah amanah bagi sang suami dan suamipun amanah bagi sang istri. Tidak mungkin orang tua kalian dan keluarga kalian masing-masing akan merestui pernikahan ini tanpa adanya rasa percaya dan aman. Suami, demikian juga istri, tidak akan menjalin hubungan kecuali jika masing-masing merasa aman dan percaya kepada pasangannya. Penikahan ini bukan hanya amanat dari mereka, melainkan juga amanat dari Allah swt. Bukankah ia dijalin atas nama Allah dengan menggunakan kalimat-Nya. Ananda tahu bahwa menikah adalah diperintahkan dan disunnahkan. Sekarang ketahuilah, bahwa syariat pernikahan sama sekali tak akan mendatangkan kebahagiaan dan mencapai tujuannya selain dengan menikahi wanita yang taat beragama dan memegang teguh moral mulia. isteri adalah partner hidup, ibu anak-anak, dan mereka akan tumbuh bersamanya dan mengekor kebiasaannya tersebut.

Ada sebuah kisah
Ada seorang pria datang kepada sayyidina Umar ra. dan menyampaikan rencananya menceraikan istrinya.
Umar, Khalifah Rasulullah Saw yang kedua itu berkomentar antara lain:
Dimana engkau letakkan amanah yang telah engkau terima itu.
Lalu beliau membaca firman Allah dalam surat an-Nisaa ayat 19
            

Seandainya kamu tidak menyukai mereka (maka bersabarlah/jangan ceraikan). Mungkin kamu tidak mrnyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.

Ananda calon suami istri, serta hadirin Rahimakumullah
Amanah itu terpelihara dengan mengingat Allah. Kebesaran, kekuasaan dan kemurahan-Nya. Ia dipelihara dengan melaksanakan tuntunan agama. Siramilah amanah itu dengan shalat walau pun hanya lima kali sehari.

Ananda calon suami isteri yang berbahagia
Camkan beberapa ketentuan dan nasehat berikut ini:
Firman Allah di dalam surat al-Maidah ayat 1
                    •     

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah akad-akad perjanjian
Firman Allah di dalam surat at-Thalaq ayat 6

          
Tempatkanlah mereka (istri) itu dimana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka.

Firman Allah di dalam surat al-Baqarah ayat 228
             
Dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.


Tahukah ananda, apa yang dimaksud dengan satu tingkatan derajat itu?
Derajat itu adalah kelapangan dada suami terhadap istri untuk meringankan sebagian kewajiban istri

8.Hukum Perkawinan Negara Muslim
Jika undang-undang hukum keluarga di dunia muslim yang diberlakukan pada abad ke-20 dicermati, ternyata masalah pokok yang mendapat perhatian dalam rangka mendukung kelanggengan kehidupan perkawinan dengan suasana sakinah, mawaddah, dan rahmah tersebut di atas, yaitu masalah batas umur untuk kawin, masalah peranan wali dalam nikah, masalah pendaftaran dan pencatatan perkawinan, masalah maskawin dan biaya perkawinan, masalah poligami dan hak-hak isteri dalam poligami, masalah nafkah isteri dan keluarga serta rumah tempat tinggal, masalah talak dan cerai di muka pengadilan, masalah hak-hak wanita yang dicerai suaminya, masalah masa hamil dan akibat hukumnya, masalah hak dan tanggung jawab pemeliharaan anak setelah terjadi perceraian.

Jadi apabila kita akan melaksanakan pernikahan merupakan sunnah Rasulullah Saw, yang di mana syariatnya telah diajarkan di dalam agama kita, yaitu agama Islam sudah kewajiban bagi kita apabila kita hendak nikah itu mengikuti petunjuk al-Qur'an dan as-Sunnah.


























DAFTAR PUSTAKA


Hamd Raqith Hasan, , 1997, Merengkuh Cahaya Ilahi, Yogyakarta: DIVA Press
Sabiq Sayyid, 1980, Fikih Sunnah 6, Bandung: Alma'arif
Al-Ghazali, 1986, Ringkasan Ihya Ulumuddin, Jakarta: Pustaka Amani
Muhammad Adhim Fauzil, 2007, Saatnya untuk Menikah, Yogyakarta: Pro U-Media.
Muhammad bin Al-Hamad Ibrahim, 2004, Apa Salahku Hingga Perkawinan Tak Mendatangkan Bahagia, Magelang: ICB Press.

maraknya riba

MARAKNYA RIBA


Para hadirin yang mudah-mudahan dirahmati oleh Allah Swt

Dalam kesempatan kali ini, saya ingin membicarakan tentang riba, yang dimana seperti kita ketahui bahwa riba itu merupakan bukan hal yang baru lagi bagi kita. Semoga dengan penjelasan yang akan saya sampaikan ini bisa berguna untuk sedikit menambah wawasan para hadirin sekalian tentang riba.

Para hadirin yang mudah-mudahan dirahmati oleh Allah Swt

Di zaman sekarang ini, di tengah-tengah kehidupan kita, banyak kita amati praktek-praktek riba, yang telah tersebar di dalam lingkungan kita, namun hal itu sering tidak kita sadari bahwa ternyata kita hidup di tengah-tengah manusia yang secara nyata menjalankan perintah agama, namun mereka juga secara nyata terus-menerus mengerjakan dosa besar, jadi istilahnya STMJ yang artinya sholat terus maksiat jalan, seperti lebih jelasnya kita lihat di lingkungan kita sendiri, kalau kita amati ternyata praktek-praktek riba yang telah berjalan itu, dijalankan secara kerjasama oleh masyarakat yang bersangkutan. Namun alangkah ironisnya yang perlu kita garis bawahi bahwa mereka berpikiran dengan melakukan praktek riba itu, mereka seolah-seolah merasa bisa membantu masyarakat yang membutuhkan uang. Padahal kita tahu, apabila dia memang betul-betul mempunyai tujuan untuk membantu masyarakat di sekitarnya yang sedang membutuhkan uang, maka seharusnya dia meminjami uang kepada masyarakat yang membutuhkan itu, dengan tidak mengambil bunga dari uang yang dipinjamkannya itu baru bisa dikatakan dia benar-benar membantu masyarakat. Karena dengan dia mengambil bunga kepada masyarakat maka berarti dia tidak mempunyai tujuan murni untuk benar-benar membantu, namun dia mempunyai tujuan lain selain membantu yaitu tujuan untuk menambah jumlah uangnya, atau bisa dikatakan dia ingin juga mengambil keuntungan materi dari uang yang dipinjam kepada orang yang meminjamnya. Akan tetapi setelah kita telusuri ternyata walaupun para rentenir itu meminjamkan uang dengan mengambil bunga yang tinggi, ternyata mengapa kok masih banyak masyarakat yang meminjamnya? jawabnya karena masyarakat yang meminjamnya itu benar-benar dihimpit dengan keadaan ekonomi yang menekannya, sehingga ia terpaksa meminjam uang kepada rentenir walaupun ia harus mengembalikan uang beserta bunganya yang besar. Namun ia tidak peduli yang penting ia bisa sejenak untuk keluar dari kesulitan ekonomi yang menghimpitnya, namun ia juga sadar bahwa ia juga telah masuk kepada lubang yang lain yang baru saja ia gali dengan meminjam uang kepada rentenir dengan bunga yang tinggi, tapi mau bagaimana lagi di zaman sekarang ini memang sangat susah sekali untuk mencari pinjaman uang tanpa bunga yang ada kebanyakan adalah kita meminjam uang dengan bunga itu sudah menjadi hal yang telah biasa di dalam kehidupan kita. Pada akhirnya yang kesusahan adalah masyarakat yang meminjam uang kepada rentenir itu sendiri. Sedangkan sang rentenir bertambah kaya tetapi masyarakat yang meminjam uang kepada rentenir bertambah miskin sangat menyedihkan sekali hal itu, semoga kita bisa selalu meningkatkan rasa empati kepada saudara-saudara kita semuslim yang sedang mengalami kesusahan karena terpaksa berhutang kepada para rentenir.
Para hadirin yang mudah-mudahan dirahmati oleh Allah Swt

Saat ini yang sangat perlu kita ketahui adalah bahwa riba itu haram baik kita tinjau dari firman Allah, hadits Nabi, pendapat para ulama dan lembaga-lembaga fatwa di berbagai Negara. Kita pun menyadari bahwa diantara praktek riba yang paling jelas di tengah-tengah masyarakat kita, adalah kegiatan meminjamkan uang dengan bunga atau yang dikenal dengan rentenir. Namun seiring dengan perkembangan zaman praktek-praktek riba juga berkembang dan merambah ke berbagai sendi kehidupan, ada yang jelas bentuknya dan ada yang samar, sebelum kita membahas lebih dalam marilah kita pahami definisi dari riba. Riba adalah pertumbuhan atau tambahan, baik dalam kebaikan maupun kebutuhan, sedangkan dalam istilah fikih riba diartikan sebagai tambahan atas harta pokok (modal) yang dipinjamkan sebagai kompensasi atas perbedaan waktu yang ada. sedangkan kita ketahui bahwa semua agama samawi mengharamkan riba agama (Islam, Yahudi, dan Nasharani) berikut ini pandangan al-Qur'an mengenai hukum riba

Allah berfirman dalam surat al-Imran ayat 130
         •    
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.

di dalam ayat tersebut Allah menjelaskan kepada kita, bahwa Allah melarang orang-orang yang beriman untuk mengambil keuntungan yang didapat dari hasil riba, yang dapat menyengsarakan orang lain, dan kemudian Allah memerintahkan, kepada kita untuk bertaqwa kepadanya yaitu menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya termasuk tidak melakukan praktek riba, agar kita mendapatkan keberuntungan di dunia dan akhirat.

Allah berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 275-281

                      •                       •               •    •        •                                      •                        •           •     
Artinya:
Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gilaKeadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah. dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. kemudian masing-masing diri diberi Balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).

di dalam ayat ini Allah menjelaskan kepada kita bahwa orang-orang yang melakukan praktek riba itu tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran penyakit gila, mengapa Allah menyebut demikian karena orang yang melakukan praktek riba itu menyamakan dirinya dengan melakukan jual-beli padahal secara tegas Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba dan Allah juga mencela orang-orang yang terus melanggar larangan-Nya, termasuk terus mnerus melakukan riba. Bagi Allah mereka adalah orang-orang yangbertempat tinggal dineraka danmereka kekal di dalmnya. Seseungguhnya Allah menyuburkan sedekah dan memusnahkan riba dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh maka mereka akan mendapatkan pahala dari sisi tuhannya, dan apabila kita bertobat dari pengambilan riba maka kita tidak dianiaya dan menganiaya, dan apabila oarngyang berhutang itu belum sanggup melunasi hutang karena kesukaran maka beri tangguhlah kepadanya hingga dia berkelapangan, dan apabila kita mengikhlaskan itu lebih baik bagi kita, dan pada akhirnya nanti seseorang itu akan menuai apa yang dikerjakannya.

Rasulullah Saw. bersabda yang artinya:
Dari Abu Hurairah ra. Nabi Saw. bersabda, “Jauhilah tujuh dosa yang menghancurkan.” Para sahabat bertanya, “Apa saja wahai Rasul?” Beliau menjawab, “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar, makan riba, makan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh wanita mukmin yang menjaga diri.” (HR. Bukhari Muslim)

Tindakan riba tidak terbatas hanya orang yang memakannya, menambah atau orang yang mewakilkannya. Tetapi, riba juga mencakup setiap orang yang menulis dan orang yang menjadi saksi. Mereka semua sama dengan orang yang makan atau yang mewakili riba.
Dari Abdullah Ibnu Mas’ud ra. Nabi Saw menyatakan, “ bahwa sesungguhnya Riba itu memiliki 73 pintu, sedangkan Yang paling ringan adalah seperti seorang lelaki menikahi ibunya sendiri. sedangkan riba yang paling berat ialah merusak kehormatan seorang muslim.”

Jabir ra. berkata, “Rasulullah Saw melaknat pemakan riba, wakilnya, penulisnya, dan dua orang saksinya. Beliau bersabda yang artinya, "Mereka itu sama." (HR. Bukhari Muslim)

Oleh sebab itu, para ulama mengharamkan bekerja di beberapa bank yang memberlakukan sistem riba. Karena dia berarti membantu perbuatan batil yang diharamkan.

Nash-nash diatas baik dari al-Qur'an maupun as-Sunnah telah dengan tegas menyatakan kepada kita bahwa riba merupakan suatu perbuatan yang diharamkan oleh Allah, sudah selayaknyalah kita sebagai orang muslim yang beriman kepada Allah untuk menjauhi perbuatan tersebut, agar kita termasuk salah satu orang yang beruntung baik di dunia maupun di akhirat.

Para hadirin yang mudah-mudahan dirahmati oleh Allah Swt

ada beberapa metode Islami yang digunakan untuk menanggulangi praktek riba dengan menginrormasikan kepada masyarakat kembali tentang:

1. Bagaimana pandangan al-Qur'an dan as-Sunnah tentang hukum riba.
2. Riba dapat menumbuhkan rasa permusuhan di antara individu dan melemahkan nilai sosial dan kekeluargaan. Selain itu, riba dapat menimbulkan eksploitasi dan tindak kezaliman pada pihak tertentu.
3. Menumbuhkan sikap pemalas bagi orang yang mempunyai modal, di mana dia mampu mendapatkan uang banyak tanpa adanya sebuah usaha yang nyata.
4. Mendorong manusia untuk menimbun harta sambil menunggu adanya kenaikan interestrate.
5. Menimbulkan sifat elitisme dan jauh dari kehidupan masyarakat.
6. Membuat manusia lupa akan kewajiban hartanya seperti infak, sedekah dan zakat.
7. Betapa bahaya sistem riba yang dipakai di Negara Indonesia ini yang ternyata dapat tambah memperpuruk kondisi perekonomian yang ada di Indonesia.
8. Menghimbau kepada masyarakat kembali agar tidak membantu praktek-praktek riba seperti contohnya: tidak menabung uang di bank-bank yang memberlakukan sistem riba.
9. Dampak system ekonomi riba telah menimbulkan ketidakadilan terutama bagi para pemberi modal (bank) yang pasti menerima keuntungan tanpa mau tahu apakah para peminjam dana tersebut memperoleh keuntungan / tidak
10. Dampak sistem ekonomi ribawi juga menjadi penyebab utama tidak stabilnya nilai uang sebuah Negara.

Dari uraian di atas sudah jelaslah bahwa sebagai umat Islam kita mengetahui bahwa Allah dengan tegas melarang perbuatan riba tetapi menyuburkan sadaqah. Semoga kita selalu menjadi hamba Allah yang bertawakal yaitu menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya salah satu contoh menjauhi larangannya adalah tidak mengerjakan praktik riba yang sangat merugikan masyarakat yang meminjam uang.

Semoga pertemuan kali ini, membawa perubahan kepada kita, kearah yang lebih baik, dari yang tidak tahu menjadi tahu, dan dari yang tidak mengerti menjadi mengerti, semoga kita selalu diberikan oleh Allah kekuatan taufik dan hidayahnya untuk menjauhi perbuatan haram salah satunya adalah riba, yang termasuk dosa besar. Apabila ada tutur kata saya yang tidak berkenan di hati saudara mohon maaf yang sebesar-besarnya. Akhir kata dari saya.

Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Minggu, April 26, 2009

HAKIKAT SYUKUR DAN SABAR

HAKIKAT SYUKUR DAN SABAR


Allah Swt berfirman di dalam hadits Qudsi


يا عيى انى با عث من بعد ك ا مة ان اصا بحم ما يحبون حمد وا وشكروا وان اصا بهم ماايكرهون احتسبوا وصبروا ولاحلم ولا علم قل: يا رب كيف يكو ن هذ الهم ولا حلم ولاعلم؟ ق ل: اعطيهم من حلمى و علمى

" Wahai 'Isa! pasti Aku tinggalkan setelah kamu satu umat. apabila mereka peroleh yang mereka sukai, mereka memuji Allah dan bersyukur. Apabila mereka peroleh yang mereka tidak senangi, mereka tetap tekun dan shabar, padahal mereka tidak berlapang dada ataupun berilmu ' Isa berkata: " Ya Rabbi! Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi kepada mereka, padahal mereka tidak berlapang dada ataupun berilmu?" Allah Swt. berfirman:" Aku beri mereka kelapangan dada dan ilmu dari sebagian sifat-Ku!" (HQR Ahmad, Thabarani dalam al-Kabir, al-Ausath dan al-hakim, Abu Na'im, Hakim dan Baihaqi yang bersumber dari Abid-Darda)"

Isa anak Maryam ialah seorang Rasul, beliau termasuk salah seorang Ulul-azmi di antara para Rasul. Sesuai dengan janji Allah kepadanya, Allah akan mengutus Rasul sebagai Rasul penutup yaitu Nabi Muhammad Saw. Sebagai kurnia dan berita gembira kepadanya.

Allah Swt berfirman


Dan (ingatlah) ketika Isa Ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, Yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)." Maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata." (QS: as-Shaff: 6)

Nabi Isa a.s. disebut juga al-Masih atau kalimatullah atau Ruhullah. dalam al-Qur'an beliau mendapat julukan: Orang terkemuka di dunia dan Akhirat.

Beliau sendiri sebagai seorang yang menjadi tanda bukti kebesaran dan kekuasaan Allah Swt, karena dilahirkan oleh Maryam (seorang gadis) tanpa bapak. beliau memperoleh mu'jizat yang baik sekali dari Allah Swt.

Allah Swt. memberitakan kepada Nabi dan Rasul-Nya, Isa anak Maryam a.s. bahwa nanti setelah periode beliau akan dilahirkan satu umat yang mempunyai keistimewaan besar, dan kedudukan yang mulia, yaitu umat Nabi Muhammad Saw. yang disebutkan dalam al-Qur'an sebagai berikut:

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS: al-Imran: 110)

Kisah sahabat mengenai hakikat syukur dan sabar
Bagi orang yang sering mengamati isnad hadits maka nama Abu Qilabah bukanlah satu nama yang asing karena sering sekali ia disebutkan dalam isnad-isnad hadits, terutama karena ia adalah seorang perawi yang meriwayatkan hadits dari sahabat Anas bin Malik yang merupakan salah seorang dari tujuh sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu nama Abu Qilabah sering berulang-ulang seiring dengan sering diulangnya nama Anas bin Malik. Ibnu Hibban dalam kitabnya Ats-Tsiqoot menyebutkan kisah yang ajaib dan menakjubkan tentangnya yang menunjukkan akan kuatnya keimanannya kepada Allah.
Nama beliau adalah Abdullah bin Zaid Al-Jarmi salah seorang dari para ahli ibadah dan ahli zuhud yang berasal dari Al-Bashroh. Beliau meriwayatkan hadits dari sahabat Anas bin Malik dan sahabat Malik bin Al-Huwairits –radhiallahu ‘anhuma-. Beliau wafat di negeri Syam pada tahun 104 Hijriah pada masa kekuasaan Yazid bin Abdil malik.
Abdullah bin Muhammad berkata, “Aku keluar menuju tepi pantai dalam rangka untuk mengawasi (menjaga) kawasan pantai (dari kedatangan musuh)…tatkala aku tiba di tepi pantai, tiba-tiba aku telah berada di sebuah dataran lapang di suatu tempat (di tepi pantai) dan di dataran tersebut terdapat sebuah kemah yang di dalamnya ada seseorang yang telah buntung kedua tangan dan kedua kakinya, dan pendengarannya telah lemah serta matanya telah rabun. Tidak satu anggota tubuhnyapun yang bermanfaat baginya kecuali lisannya, orang itu berkata, “Ya Allah, tunjukilah aku agar aku bisa memuji-Mu sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan Engkau sungguh telah melebihkan aku diatas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan”“
Abdullah bin Muhammad berkata, “Demi Allah aku akan mendatangi orang ini, dan aku akan bertanya kepadanya bagaimana ia bisa mengucapkan perkataan ini, apakah ia faham dan tahu dengan apa yang diucapkannya itu?, ataukah ucapannya itu merupakan ilham yang diberikan kepadanya??.
Maka akupun mendatanginya lalu aku mengucapkan salam kepadanya, lalu kukatakan kepadanya, “Aku mendengar engkau berkata, “Ya Allah, tunjukilah aku agar aku bisa memujiMu sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan yang telah Engkau anugrahkan kepadaku dan Engkau sungguh telah melebihkan aku diatas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan“, maka nikmat manakah yang telah Allah anugerahkan kepadamu sehingga engkau memuji Allah atas nikmat tersebut?? dan kelebihan apakah yang telah Allah anugerahkan kepadamu hingga engkau mensyukurinya??”
Orang itu berkata, “Tidakkah engkau melihat apa yang telah dilakukan oleh Robku kepadaku? Demi Allah, seandainya Ia mengirim halilintar kepadaku hingga membakar tubuhku atau memerintahkan gunung-gunung untuk menindihku hingga menghancurkan tubuhku, atau memerintahkan laut untuk menenggelamkan aku, atau memerintahkan bumi untuk menelan tubuhku, maka tidaklah hal itu kecuali semakin membuat aku bersyukur kepadaNya, karena Ia telah memberikan kenikmatan kepadaku berupa lidah (lisan)ku ini. Namun, wahai hamba Allah, engkau telah mendatangiku maka aku perlu bantuanmu, engkau telah melihat kondisiku. Aku tidak mampu untuk membantu diriku sendiri atau mencegah diriku dari gangguan, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku memiliki seorang putra yang selalu melayaniku, di saat tiba waktu sholat ia mewudhukan aku, jika aku lapar maka ia menyuapiku, jika aku haus maka ia memberikan aku minum, namun sudah tiga hari ini aku kehilangan dirinya. Maka tolonglah aku, carilah kabar tentangnya –semoga Allah merahmati engkau-”.
Aku berkata, “Demi Allah tidaklah seseorang berjalan menunaikan keperluan seorang saudaranya yang ia memperoleh pahala yang sangat besar di sisi Allah, lantas pahalanya lebih besar dari seseorang yang berjalan untuk menunaikan keperluan dan kebutuhan orang yang seperti engkau”.
Maka akupun berjalan mencari putra orang tersebut hingga tidak jauh dari situ aku sampai di suatu gundukan pasir. Tiba-tiba aku mendapati putra orang tersebut telah diterkam dan dimakan oleh binatang buas. Akupun mengucapkan inna lillah wa inna ilaihi roji’uun. Aku berkata, “Bagaimana aku mengabarkan hal ini kepada orang tersebut??”. Dan tatkala aku tengah kembali menuju orang tersebut, maka terlintas di benakku kisah Nabi Ayyub ‘alaihi as-Salam. Lalu aku menemui orang tersebut dan akupun mengucapkan salam kepadanya lalu ia menjawab salamku dan berkata, “Bukankah engkau adalah orang yang tadi menemuiku?”, aku berkata, “Benar”. Ia berkata, “Bagaimana dengan permintaanku kepadamu untuk membantuku?”.
Akupun berkata kepadanya, “Engkau lebih mulia di sisi Allah ataukah Nabi Ayyub ‘alaihis Salam?”, ia berkata, “Tentu Nabi Ayyub ‘alaihis Salam “, aku berkata, “Tahukah engkau cobaan yang telah diberikan Allah kepada Nabi Ayyub?, bukankah Allah telah mengujinya dengan hartanya, keluarganya, serta anaknya?”, orang itu berkata, “Tentu aku tahu”. Aku berkata, “Bagaimanakah sikap Nabi Ayyub dengan cobaan tersebut?”, ia berkata, “Nabi Ayyub bersabar, bersyukur, dan memuji Allah”.
Aku berkata, “Tidak hanya itu, bahkan ia dijauhi oleh karib kerabatnya dan sahabat-sahabatnya”. Ia berkata, “Benar”. Aku berkata, “Bagaimanakah sikapnya?”, ia berkata, “Ia bersabar, bersyukur dan memuji Allah”. Aku berkata, “Tidak hanya itu, Allah menjadikan ia menjadi bahan ejekan dan gunjingan orang-orang yang lewat di jalan, tahukah engkau akan hal itu?”, ia berkata, “Iya”, aku berkata, “Bagaimanakah sikap nabi Ayyub?” Ia berkata, “Ia bersabar, bersyukur, dan memuji Allah, langsung saja jelaskan maksudmu –semoga Allah merahmatimu-!!”.
Aku berkata, “Sesungguhnya putramu telah aku temukan di antara gundukan pasir dalam keadaan telah diterkam dan dimakan oleh binatang buas, semoga Allah melipatgandakan pahala bagimu dan menyabarkan engkau”. Orang itu berkata, “Segala puji bagi Allah yang tidak menciptakan bagiku keturunan yang bermaksiat kepadaNya lalu Ia menyiksanya dengan api neraka”, kemudian ia berkata, “Inna lillah wa inna ilaihi roji’uun“, lalu ia menarik nafas yang panjang lalu meninggal dunia.
Aku berkata, “Inna lillah wa inna ilaihi roji’uun“, besar musibahku, orang seperti ini jika aku biarkan begitu saja maka akan dimakan oleh binatang buas, dan jika aku hanya duduk maka aku tidak bisa melakukan apa-apa. Lalu akupun menyelimutinya dengan kain yang ada di tubuhnya dan aku duduk di dekat kepalanya sambil menangis.
Tiba-tiba datang kepadaku empat orang dan berkata kepadaku “Wahai Abdullah, ada apa denganmu?, apa yang telah terjadi?”. Maka akupun menceritakan kepada mereka apa yang telah aku alami. Lalu mereka berkata, “Bukalah wajah orang itu, siapa tahu kami mengenalnya!”, maka akupun membuka wajahnya, lalu merekapun bersungkur mencium keningnya, mencium kedua tangannya, lalu mereka berkata, “Demi Allah, matanya selalu tunduk dari melihat hal-hal yang diharamkan oleh Allah, demi Allah tubuhnya selalu sujud tatkala orang-orang dalam keadaan tidur!!”.
Aku bertanya kepada mereka, “Siapakah orang ini –semoga Allah merahmati kalian-?”, mereka berkata, Abu Qilabah Al-Jarmi sahabat Ibnu ‘Abbas, ia sangat cinta kepada Allah dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu kamipun memandikannya dan mengafaninya dengan pakaian yang kami pakai, lalu kami menyolatinya dan menguburkannya, lalu merekapun berpaling dan akupun pergi menuju pos penjagaanku di kawasan perbatasan.
Tatkala tiba malam hari, akupun tidur dan aku melihat di dalam mimpi ia berada di taman surga dalam keadaan memakai dua lembar kain dari kain surga sambil membaca firman Allah
(sambil mengucapkan): "Salamun 'alaikum bima shabartum"[772]. Maka Alangkah baiknya tempat kesudahan itu. (QS: Ar-Ra'd: 24)
Lalu aku berkata kepadanya, “Bukankah engkau adalah orang yang aku temui?”, ia berkata, “Benar”, aku berkata, “Bagaimana engkau bisa memperoleh ini semua”, ia berkata, “Sesungguhnya Allah menyediakan derajat-derajat kemuliaan yang tinggi yang tidak bisa diperoleh kecuali dengan sikap sabar tatkala ditimpa dengan bencana, dan rasa syukur tatkala dalam keadaan lapang dan tentram bersama dengan rasa takut kepada Allah baik dalam keadaan bersendirian maupun dalam keadaan di depan khalayak ramai”.

Sifat umat yang mendapat bimbingan Allah Swt. dan siap melakukan perintahnya itu ialah: apabila mereka mendapat sesuatu yang disenanginya, akan memuji Allah, sebaliknya apabila mereka menerima sesuatu yang tak diinginkannya, tidak menjadikannya mengeluh atau berputus asa.


Allah menggambarkan umat ini di satu segi bersifat positif, yaitu bersyukur dan bersabar, tapi di lain segi digambarkan-Nya negative, yaitu: tidak berlapang dada dan tidak berilmu.

Penggambaran Allah Swt. tersebut, mengagetkan Nabi Isa a.s. sehingga beliau bertanya kepada Allah: " Bagaimana mungkin hal itu dapat terjadi?" Kemudian Allah Swt. menjelaskan, bahwa umat seperti itu pasti terjelma, sebab kemudian oleh Allah diberi kurnia dan rahmat berupa ilmu. kekurangan sifat-sifat yang disebut tadi terhalang. karena mereka diberi bagian dari sifat-Nya.

Sikap lapang dada dan berilmu tidaklah terjadi dengan sendirinya pada diri kita, akan tetapi diperoleh melalui satu latihan. Seyogyanya kita sebagai umat Muhammad memiliki kedua sifat ini sehingga dapat hidup sesuai dengan julukan muslim.

iman kita sebenarnya terbagi dari dua bagian sesuai dengan sabda Rasulullah Saw

الصبر نصف الايما ن واليقين الايما ن كله
sabar adalah separo iman dan keyakinan adalah seluruh keimanan (HR: athabarani dan Al-Baihaqi).

Jadi menurut hadits di atas menunjukkan kedudukan sabar adalah merupakan setengah dari keimanan yang kita miliki, sehingga kita tahu betapa pentingnya hakikat sabar di dalam diri kita, karena apabila kita sebagai orang yang beriman maka sudah selayaknya di dalam diri kita terdapat sifat sabar.

Sedangkan syukur merupakan salah satu perwujudan dari iman, atau tanda dari orang beriman. yang di mana orang tersebut merasa gembira terhadap apa yang diberikan Allah kepada-nya baik pemberian itu berupa apapun yang ia terima.

Syukur merupakan suatu sikap yang berlawanan dengan kufr (ingkar terhadap anugerah Tuhan) jadi syukur itu tidak sedikitpun mengingkari nikmat Allah Swt yang diberikan kepadanya.

Untuk menggembirakan dan menggambarkan umat Muhammad inilah kita dapati dalam al-Qur'an kata"Halim" dalam berbagai bentuk seperti


Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (QS: al-Imran: 155)


sifat "halim" ini diberikan juga kepada para Nabi. khusus kepada Nabi Ibrahim nenek moyang para Nabi, disebutkan dalam al-Qur'an:

Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi Penyantun. (QS: at-Taubah: 114)

Maka Kami beri Dia khabar gembira dengan seorang anak yang Amat sabar.
(QS: as-Shaffat: 101)

Kesemuanya ini menunjukkan agar setiap pribadi umat Muhammad Saw. Bersikap sabar.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan:

1. Allah Swt telah memberikan kabar gembira kepada umat purba sebelum kita, tentang kedatangan umat islam ini, yaitu umat Nabi Muhammad Saw.

2. Umat Islam ini mempunyai kedudukan utama, dan pertama sebab senang menerima petunjuk dan pimpinan Khaliq-nya, senang melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.

3. Umat ini senang menghargai ni'mat dan mensyukurinya, baik dalam ucapan maupun dalam perbuatan.

4. Umat ini tidak kenal putus asa ketika ditimpa mushibah atau dikenai ujian. mereka dapat berlaku sabar, dan saling menasihati untuk bersabar.

5. Umat ini bersikap sabar, penyantun dan tidak cepat marah sehingga tidak selalu resah gelisah.

6. Sabar merupakan setengah dari keimanan yang kita miliki.

7. Syukur merupakan rasa menerima dengan gembira terhadap pemberian yang diberikan Allah kepadanya.



Berbahagialah Umat Islam, yang mengikuti perintah Khaliq-Nya, menjauhi larangan-Nya, berpedoman kepada Qur'an-Nya serta berakhlak meneladani jejak Rasul-Nya.


Alangkah indahnya apa yang dilukiskan di dalam al-Qur'an tentang sifat sabar dan syukur, yang menghiasi akhlak umat Islam, apalagi kalau dilengkapi dengan akhlak terpuji lainnya seperti zuhud, silaturrahmi dan sebagainya.


Daftar Pustaka

Ali Usman, A.Dahlan. dan M.D. Dahlan, Hadits Qudsi, Bandung: Diponegoro, 2005
Muhammad Almath Faiz, 1100 HaditsTerpilih, Jakarta: Gema Insani, 1991
Arraiyyah Hamdar, SabarKunci Surga, Jakarta: Khazanah baru, 2002
Khalid Muhammad Khalid, 2000, Para Sahabat yang Akrab Dalam Kehidupan Rasul, Jakarta: Srigunting,

CINTA KEPADA ALLAH

CINTA KEPADA ALLAH

Dalam kesempatan kali ini, saya ingin menjelaskan kepada para jamaah, arti cinta kepada Allah Swt.
cinta. dalam bahasa arab yang artinya Mahabbah ini mengandung maksud, cinta kepada Tuhan. yang lebih luas lagi, bahwa " Mahabbah" memuat pengertian yaitu

1. Memeluk dan mematuhi perintah Allah dan membenci sikap yang melawan Allah.
di dalam hal ini dapat diartikan sebagai bertaqwa kepada Allah

Definisi orang bertakwa sesuai dengan Surah Ali-Imran (3): 134

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

ayat ini menjelaskan
a. orang-orang yang mengeluarkan sebagian rezeki yang dikaruniakan Allah sekian persen, lebih banyak lebih bagus, baik dalam keadaan lapang atau senang maupun dalam keadaan susah atau terpaksa.

jadi kita rupanya sangat dianjurkan, atau didorong oleh agama islam untuk selalu menjadi seorang dermawan, selalu membayar infak, pada kondisi apapun, bukan hanya pada saat rezeki banyak kita membayar infak, melainkan pada waktu agak pas-pasan, bahkan mungkin agak sempit, itupun kita harus tetap mengambil sekian persen dari rezeki kita untuk kesejahteraan bersama.

b. bahwa orang yang bertakwa itu pandai meredam amarah, tidak gampang marah, orang marah boleh saja, tetapi sebentar saja dan kemudian harus sudah stabil kembali.

c. Orang yang bertakwa itu, mudah memaafkan sesama manusia. dalam hidup di dunia, ada dua hal yang harus kita ingat, dan dua hal yang harus kita lupakan. dua hal yang harus kita ingat adalah kebaikan orang kepada kita, dan kesalahan kita kepada orang lain supaya tidak diulangi. hal ini supaya untuk yang baik itu kita menjadi lebih akrab dan lebih bersaudara. sementara yang jelek kepada orang lain tidak kita ulangi lagi.

Allah berfirman di dalam hadits Qudsi

حقت محبتى الذ ين يتصا د قو ن من اجلى وحقت محبتى للذ ين يتنا صرو ن من اجلى و لامن مؤ من و لا مؤ منة
يقد م لله ثلا ثة ا ؤ لا د من صلبه لم يبلغوا الحنث ا لا اد خله ا لله الجنته ب فذل رحمته

mereka yang berteman satu sama lain karena aku, berhak memperoleh cinta-ku dan mereka yang saling membantu antara sesamanya, Karena Aku, berhak memperoleh cinta-Ku. dan tiadalah seorang mu'min, (pria atau wanita) berserah diri karena Allah atas kematian tiga orang diantara anak kandungnya yang belum dewasa, pasti Allah memasukkannya ke dalam surga dengan limpahan kurnia rahmat-Nya.
(HQR Thabarani dalam kitab Al-Ausath dan As-Shagir, dari Amr, Anbasah r.a)

Allah Swt. dengan kurnia dan kemurahan-Nya menetapkan bagi orang yang saling berkawan dan berteman dengan tulus ikhlas, dan suci karena Allah untuk menerima cinta kasih sayang-Nya.

Cinta kasih Allah kepada hamba-Nya berarti Allah memberikan dan melimpahkan ni'mat-Nya kepada mereka. sebagaimana firman-Nya.



. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (Q.S. al-Baqarah : 222)

Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, (QS: al-Maidah: 54)


Allah Swt. mengkaruniakan pahala dan ni'mat kepada mereka, menaungi dan melindungi mereka pada hari kiamat di kala tidak ada naungan dan perlindungan selain naungan dan perlindungan-Nya. memelihara mereka dari siksaan dan melimpahkan berbagai kesenangan dan ni'mat kepada mereka.


2. Berserah diri kepada Allah

Berserah diri kepada-Nya artinya kita selalu berusaha hidup di dalam dekapan Allah, maka jangan lepaskan. orang yang telah lepas dari dekapan Allah, mudah terpelosok ke jalan yang bengkok dan sesat. di antara yang perlu kita selamatkan dari diri ini adalah langkah yang terkendali sesuai dengan kehendak Allah. maka kita perlu menjadikan hukum Allah agar tidak menjadi golongan orang yang dholim.

Orang yang berupaya lepas dari genggaman Allah sama halnya dengan ikan yang hidup di aquarium lantas ingin hidup bebas di luar dengan cara melompat keluar. dia bisa menuruti keinginannya, tetapi bukan kenyamanan yang diraihnya, justru kematian yang didapat. begitu juga manusia, kalau ingin mereguk kebebasan dengan cara keluar dari dekapan Allah, dia akan mendapat bencana akibat lepas dari kendali kebenaran.

Contohnya di Negara maju, banyak orang bersikap seperti ikan dalam aquarium tadi, melompat dari dekapan Allah. mereka tidak mau percaya kepada Tuhan (atheis). dikiranya hidup tanpa Tuhan bisa enak. ternyata, perasaan bebasnya justru menjadi beban baru. sebab mereka merasakan kegalauan yang luar biasa. tidak ada kedamaian dan kenyamanan hidup. orang yang demikian ini bisa menjadi mudah stress dan depresi.

Angka orang gila, dan jumlah orang bunuh diri di Negara maju terus meningkat dari tahun ke tahun. orang di sana, selalu dihantui rasa takut berlebihan. bahkan banyak orang yang tidak bisa tidur karena pikirannya tidak tenang. mereka baru bisa tidur setelah menelan pil penenang. itulah salah satu dampak orang yang menjauh dari Allah. makanya kita sebagai kaum mukmin haruslah senantiasa mendekatkan diri kepada Allah hanya dengan selalu berusaha mencintai Allah maka kita akan mendapatkan ketenangan dan ketentraman di dalam hati kita.


Kisah sahabat
Tuan Rumah yang Menyambut Kedatangan Rasulullah di Madinah karena rasa cintanya kepada Allah
.... Sesungguhnya, betapa mulia catatan sejarah hidupnya. Terpancarlah keutamaan di atas rumah Khalid Ibn Sa’id yang dijuluki sebagai Abu Ayyub itu. Unta Nabi SAW duduk berhenti di hadapan rumahnya. Hal ini membuat semua orang mengarahkan pandangan mata kepadanya. Bukan saja orang Ansar, tetapi seluruh penduduk Madinah. Kehormatan semacam itu amat diharapkan oleh setiap orang Ansar yang dilaluinya.
Mereka berdiri di depan rumahnya masing-masing selama beberapa saat, menunggu lalunya Rasulullah SAW. Mereka semua ingin mengajak baginda agar mahu berkunjung ke rumahnya. Namun setiap kali Nabi SAW lalu di hadapan rumah kaum Ansar, tuan rumahnya berdiri di hadapan unta Nabi sambil memegangi kekangnya seraya berkata kepada Nabi SAW: “Ya Rasulullah, singgahlah sejenak ke rumah kami. Sedemikian jauh Rasulullah menolaknya, baginda berkata sambil memberi isyarat kepada untanya: “Biarkan ia meneruskan perjalanannya. Sebenarnya ia telah diperintahkan demikian.”
Sampai Rasulullah tiba di salah satu rumah bapa saudara baginda (dari pihak ibu), ia menjawab dengan ungkapan seperti di atas saat mereka berusaha menghentikan kekang untanya. Setelah orang-orang melepaskan kendali unta agar boleh melanjutkan perjalanan sendiri, dan Rasulullah SAW juga begitu, unta tadi berjalan sambil melihat ke kanan dan ke kiri. Akhirnya sampailah ia ke rumah Malik Ibn Al-Najjar. Unta tadi berhenti sebentar lalu berdiri dan berjalan lagi beberapa langkah, lantas untuk yang kedua kalinya berhenti di depan rumah Abu Ayyub Al-Ansari, lekuk lehernya menempel di tanah dan mengeluarkan suara tanpa membuka mulutnya.
Nampak sikap kaum Ansar iri terhadap Abu Ayyub yang membawa tali kekang unta Rasulullah, masuk ke rumahnya yang tersusun dua tingkat. Abu Ayyub berserta keluarganya pindah ke lantai atas, sedang Rasulullah SAW di lantai bawah. Hal ini dilakukannya kerana khawatir menyusahkan Rasulullah SAW, sebab ia bemaksud menghindarkan beratnya naik-turun tangga.
Rasulullah SAW terus tinggal di rumah Abu Ayyub Al-Ansari selama 7 bulan. Selama itu Abu Ayyub membuatkan makanan Nabi dan menghantarkan kepadanya. Ia selalu menunggu selesainya Nabi makan, kemudian ia dan isterinya memakan sisa makanan baginda SAW karena mengharapkan berkah darinya.
Suatu petang Abu Ayyub menghantar makanannya kepada Nabi. Makanan tersebut mengandung bawang merah dan bawang putih. Ternyata Rasulullah tidak memakannya sedikit pun. Ketika Abu Ayyub melihat makanan tersebut tidak berkurang sedikit pun, ia segera turun menjumpai Rasulullah SAW seraya berkata: “Ya Rasulullah, demi ayah dan ibumu, aku tidak melihat bekas tanganmu dari makanan malam yang aku sediakan kepadamu.
Padahal jika engkau makan makanan itu, kami selalu makan makanan sisamu demi mengharapkan berkah darimu.” Jawab Nabi: “Aku jumpai dalam makanan itu sejenis tumbuh-tumbuhan (bawang merah dan bawang putih), padahal Jibril memberitahukan hal itu agar aku hindari. Adapun bagimu, maka boleh engkau memakannya.” Selanjutnya Abu Ayyub berkata: “Makanan itu lalu kami makan, kemudian kami tidak pernah membuatkan makanan kepada Nabi yang mengandung bawang merah dan bawang putih.”
Setelah agak lama Rasulullah SAW menggunakan waktunya untuk tinggal di rumah Abu Ayyub Al-Ansari, ia memutuskan untuk membangun masjid dan membangun beberapa rumah bagi para umahat al-muslimin di sekitarnya. Seluruh kaum muslimin ikut membantu bekerja membangun masjid tersebut. Setelah selesai, Rasulullah SAW pindah ke tempatnya yang baru di sekitar masjid.
Berbagai peristiwa berlalu begitu cepat, sedang kaum Quraisy berupaya terlibat dalam peperangan dengan kaum muslimin. Sekarang kaum muslimin makin siap berjuang menghadapi kaum musyrik dan kafir, sehingga kalimat Allah mencapai kedudukan yang tinggi dan kalimat orang-orang kafir menjadi rendah.
Peperangan terjadi silih berganti. Abu Ayyub ikut serta dalam pertempuran tersebut, tidak ketinggalan satu peperangan pun. Ia tidak pernah tinggal diam dalam berjuang fi sabilillah. Bahkan ia berjuang bersama Rasulullah SAW sebagaimana jihadnya orang yang mencari mati syahid. Ia tidak takut mati. Jihadnya penuh semangat untuk berjumpa kepada Allah.
Di samping Abu Ayyub merupakan pahlawan perang di masa Rasulullah SAW, ia juga seorang pejuang di masa Khulafaur Rasyidin. Ia ikut dalam perang melawan orang-orang murtad, membunuh para musuh Allah dan musuh agama Islam. Ia hidup membela kehormatan Islam. Dalam tiap peristiwa pertempuran ia selalu maju ke barisan depan.
Ketika muncul fitnah antara Saidina Ali ra. dan Muawiyah Ibn Abi Sufyan, Abu Ayyub tanpa ragu-ragu bergabung dalam barisan Ali. Sebab ia tahu bahawa Ali ada di pihak yang benar. Dengan perbuatannya itu, Abu Ayyub berjuang di pihak Ali karramallahu wajhahu, sampai Ali ra. mati syahid.
Abu Ayyub tetap ikut berjuang, tidak ketinggalan ikut bertempur bersama kaum muslimin lainnya sampai terjadi perang Konstantinopel. Ia menerjang barisan musuh hingga badannya penuh luka pedang dan merasakan bahawa ajalnya telah dekat. Ia berkata kepada orang-orang di sekitarnya: “Aku ingin jasadku dikubur di tengah medan pertempuran atau yang dekat dengannya, sehingga rohku bergerak di atas medan tempur, dan di akhirat nanti aku mendengar derap kaki kuda dan gemerincingnya pedang.”
Ia menginginkan kehidupan akhiratnya dalam keadaan berjihad sebagaimana semasa hidupnya di dunia. Pada saat keadaannya sudah kritikal. ia merasa sakit akibat luka. Ia masih bersemangat untuk mengibarkan bendera Islam dan mengharap agar memperoleh kemenangan.
Setelah ia meninggal dunia, kaum muslimin melaksanakan kehendaknya. Mereka menguburnya di dekat medan pertempuran agar jiwanya sentiasa dapat menghirup bau jihad dan bersenang-senang di alam akhirat kerana memperoleh pertolongan Allah.

3. Mengosongkan perasaan di hati dari segala-galanya kecuali dari zat yang dikasihi.

Ketahuilah, manusia yang paling beruntung keadaannya di akhirat adalah manusia yang paling kuat rasa cintanya terhadap Allah swt. karena arti dari akhirat sesungguhnya adalah menghadap kepada Allah SWT. dan menemukan kebahagiaan menemui-Nya. apakah yang lebih nikmat ketimbang kenikmatan seorang kekasih ketika menemui kekasihnya setelah kerinduan yang sangat panjang? dan memungkinkan baginya untuk senantiasa menyaksikan-Nya selama-lamanya tanpa adanya penghalang dan kotoran, tanpa pengawasan dan perebutan dan tanpa takut akan terputus! hanya saja kenikmatan itu sesuai dengan kekuatan rasa cinta, maka ketika rasa cinta bertambah, bertambah pulalah kenikmatan itu. semestinya seorang hamba mengusahakan rasa cinta terhadap Allah Swt. di dunia sumber rasa cinta tidak akan tercabut dari seorang yang beriman, karena sesungguhnya dia tidak akan tercabut dari sumber ma'rifat. adapun kekuatan dan penguasaan rasa cinta sampai dia mencapai apa yang disebut sebagai sangat cinta, maka itu telah tercabut dari sebagian besar manusia. semestinyalah hal itu dapat diperoleh dengan dua sebab:

Pertama: memutuskan interaksi duniawi dan mengeluarkan rasa cinta kepada selain Allah SWT. dari hati karena hati dapat diibaratkan seperti sebuah bejana yang tidak akan muat untuk menampung sebuah cuka, umpamanya, jika tidak dikeluarkan semua air darinya.

Allah SWT berfirman

Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya (QS. al-Ahzab: 4)


Kesempurnaan rasa cinta terdapat jika anda mencintai Allah SWT. dengan segenap hati. dan selama dia berpaling kepada selain Allah SWT. berkuranglah rasa cinta terhadap Allah SWT. sepadan dengan air yang masih tersisa dalam sebuah tempayan, berkuranglah banyaknya cuka yang dituangkan kepadanya.

kita sebagai orang muslim sudah seharusnya untuk selalu berusaha mencintai Allah melebihi apapun di dunia ini, namun memang hal itu membutuhkan sebuah proses yang cukup lama untuk mencapai suatu tingkatan di mana hanya Allah sajalah dzat yang kita cintai, namun kita harus tetap berusaha untuk mencapai tingkatan tersebut dengan segala upaya kita selama kita hidup di dunia ini.

karena apabila di dalam hati kita hanya ada rasa kecintaan yang besar terhadap Allah Swt maka insya Allah kita akan mendapatkan ketenangan hati dan kebahagiaan dunia dan akhirat saja. hal itulah yang harus senantiasa kita wujudkan di dalam kehidupan kita, hingga kita wafat nanti dan kembali pada-Nya





















Daftar Pustaka


A. Mustofa, 2005, AkhlakTasawuf, Bandung: Pustaka Setia.
M. Rais Amien, 1998, Tauhid Sosial, Bandung: Mizan.
Usman,Ali A. Dahlan. dan D, Dahlan, 2005, Hadits Qudsi, Bandung: Diponegoro.
Soeharyo AP dan Soejitno Irmim, 2005, Selingkuh Spiritual, Bandung: Seyma Media
Khalid Muhammad Khalid, 2000, Para Sahabat yang Akrab Dalam Kehidupan Rasul, Jakarta: Srigunting,

Minggu, April 12, 2009

Keluarga Kunci Kesuksesan

Keluarga Kunci Kesuksesan

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Seringkali kita dengar orang-orang yang membangun
karir bertahun-tahun akhirnya terpuruk oleh kelakuan keluarganya. Ada yang dimuliakan di kantornya tapi dilumuri aib oleh anak-anaknya sendiri, ada yang cemerlang karirnya di perusahaan tapi akhirnya pudar oleh perilaku istrinya dan anaknya. Ada juga yang populer di kalangan masyarakat tetapi tidak populer di hadapan keluarganya. Ada yang disegani dan dihormati di lingkungannya tapi oleh anak istrinya sendiri malah
dicaci, sehingga kita butuh sekali keseriusan untuk menata strategi yang tepat, guna meraih kesuksesan yang benar-benar hakiki. Jangan sampai kesuksesan kita semu. Merasa sukses padahal gagal, merasa mulia padahal hina, merasa terpuji padahal buruk, merasa cerdas padahal bodoh, ini tertipu!
Penyebab kegagalan seseorang diantaranya :
• Karena dia tidak pernah punya waktu yang memadai
untuk mengoreksi dirinya. Sebagian orang terlalu sibuk dengan kantor, urusan luar dari dirinya akibatnya dia kehilangan fondasi yang kokoh. Karena orang tidak bersungguh-sungguh menjadikan keluarga sebagai basis yang penting untuk kesuksesan. 
• Sebagian orang hanya mengurus keluarga dengan sisa waktu, sisa pikiran, sisa tenaga, sisa perhatian, sisa perasaan, akibatnya seperti bom waktu. Walaupun uang banyak tetapi miskin hatinya. Walaupun kedudukan tinggi tapi rendah keadaan keluarganya. 
Oleh karena itulah, jikalau kita ingin sukses, mutlak bagi kita untuk sangat serius membangun keluarga sebagai basis (base), Kita harus jadikan keluarga kita menjadi basis ketentraman jiwa. Bapak pulang kantor begitu lelahnya harus rindu rumahnya menjadi oase ketenangan. Anak pulang dari sekolah harus merindukan suasana aman di rumah. Istri demikian juga. Jadikan rumah kita menjadi oase ketenangan, ketentraman, kenyamanan sehingga bapak, ibu dan anak sama-sama senang dan betah tinggal dirumah.
Agar rumah kita menjadi sumber ketenangan, maka perlu diupayakan:
• Jadikan rumah kita sebagai rumah yang selalu dekat dengan Allah SWT, dimana di dalamnya penuh dengan aktivitas ibadah; sholat, tilawah qur'an dan terus menerus digunakan untuk memuliakan agama Allah, dengan kekuatan iman, ibadah dan amal sholeh yang baik, maka rumah tersebut dijamin akan menjadi sumber ketenangan.
• Seisi rumah Bapak, Ibu dan anak harus punya kesepakatan untuk mengelola perilakunya, sehingga bisa menahan diri agar anggota keluarga lainnya merasa aman dan tidak terancam tinggal di dalam rumah itu, harus ada kesepakatan diantara anggota keluarga bagaimana rumah itu tidak sampai menjadi sebuah neraka.
• Rumah kita harus menjadi "Rumah Ilmu" Bapak, Ibu dan anak setelah keluar rumah, lalu pulang membawa ilmu dan pengalaman dari luar, masuk kerumah berdiskusi dalam forum keluarga; saling bertukar pengalaman, saling memberi ilmu, saling melengkapi sehingga menjadi sinergi ilmu. Ketika keluar lagi dari rumah terjadi peningkatan kelimuan, wawasan dan cara berpikir akibat masukan yang dikumpulkan dari luar oleh semua anggota keluarga, di dalam rumah diolah, keluar rumah jadi makin lengkap.
• Rumah harus menjadi "Rumah pembersih diri" karena tidak ada orang yang paling aman mengoreksi diri kita tanpa resiko kecuali anggota keluarga kita. Kalau kita dikoreksi di luar resikonya terpermalukan, aib tersebarkan tapi kalau dikoreksi oleh istri, anak dan suami mereka masih bertalian darah, mereka akan menjadi pakaian satu sama lain.Oleh karena itu,barangsiapa yang ingin terus menjadi orang yang berkualitas, rumah harus kita sepakati menjadi rumah yang saling membersihkan seluruh anggota keluarga. Keluar banyak kesalahan dan kekurangan, masuk kerumah saling mengoreksi satu sama lain sehingga keluar dari rumah, kita bisa mengetahui kekurangan kita tanpa harus terluka dan tercoreng karena keluarga yang mengoreksinya.
• Rumah kita harus menjadi sentra kaderisasi sehingga Bapak-Ibu mencari nafkah, ilmu, pengalaman wawasan untuk memberikan yang terbaik kepada anak-anak kita sehingga kualitas anak atau orang lain yang berada dirumah kita, baik anak kandung, anak pungut atau orang yang bantu-bantu di rumah, siapa saja akan meningkatkan kualitasnya. Ketika kita mati, maka kita telah melahirkan generasi yang lebih baik. Tenaga, waktu dan pikiran kita pompa untuk melahirkan generasi-generasi yang lebih bermutu, kelak lahirlah kader-kader pemimpin yang lebih baik. Inilah sebuah rumah tangga yang tanggung jawabnya tidak hanya pada rumah tangganya tapi pada generasi sesudahnya serta bagi lingkungannya. 

Ilmu Pembersih Hati

Ilmu Pembersih Hati

Ada sebait do'a yang pernah diajarkan Rasulullah SAW dan disunnahkan untuk dipanjatkan kepada Allah Azza wa Jalla sebelum seseorang hendak belajar. do'a tersebut berbunyi : Allaahummanfa'nii bimaa allamtanii wa'allimnii maa yanfa'uni wa zidnii ilman maa yanfa'unii. Dengan do'a ini seorang hamba berharap dikaruniai oleh-Nya ilmu yang bermamfaat.
Apakah hakikat ilmu yang bermanfaat itu? Secara syariat, suatu ilmu disebut bermamfaat apabila mengandung mashlahat - memiliki nilai-nilai kebaikan bagi sesama manusia ataupun alam. Akan tetapi, manfaat tersebut menjadi kecil artinya bila ternyata tidak membuat pemiliknya semakin merasakan kedekatan kepada Dzat Maha Pemberi Ilmu, Allah Azza wa Jalla. Dengan ilmunya ia mungkin meningkat derajat kemuliaannya di mata manusia, tetapi belum tentu meningkat pula di hadapan-Nya.
Oleh karena itu, dalam kacamata ma'rifat, gambaran ilmu yang bermamfaat itu sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh seorang ahli hikmah. "Ilmu yang berguna," ungkapnya, "ialah yang meluas di dalam dada sinar cahayanya dan membuka penutup hati." seakan memperjelas ungkapan ahli hikmah tersebut, Imam Malik bin Anas r.a. berkata, "Yang bernama ilmu itu bukanlah kepandaian atau banyak meriwayatkan (sesuatu), melainkan hanyalah nuur yang diturunkan Allah ke dalam hati manusia. Adapun bergunanya ilmu itu adalah untuk mendekatkan manusia kepada Allah dan menjauhkannya dari kesombongan diri."
Ilmu itu hakikatnya adalah kalimat-kalimat Allah Azza wa Jalla. Terhadap ilmunya sungguh tidak akan pernah ada satu pun makhluk di jagat raya ini yang bisa mengukur Kemahaluasan-Nya. sesuai dengan firman-Nya, "Katakanlah : Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menuliskan) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (dituliskan) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)." (QS. Al Kahfi [18] : 109).
Adapun ilmu yang dititipkan kepada manusia mungkin tidak lebih dari setitik air di tengah samudera luas. Kendatipun demikian, barangsiapa yang dikaruniai ilmu oleh Allah, yang dengan ilmu tersebut semakin bertambah dekat dan kian takutlah ia kepada-Nya, niscaya "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat." (QS. Al Mujadilah [58] : 11). Sungguh janji Allah itu tidak akan pernah meleset sedikit pun!
Akan tetapi, walaupun hanya "setetes" ilmu Allah yang dititipkan kepada mnusia, namun sangat banyak ragamnya. ilmu itu baik kita kaji sepanjang membuat kita semakin takut kepada Allah. Inilah ilmu yang paling berkah yang harus kita cari. sepanjang kita menuntut ilmu itu jelas (benar) niat maupun caranya, niscaya kita akan mendapatkan mamfaat darinya.
Hal lain yang hendaknya kita kaji dengan seksama adalah bagaimana caranya agar kita dapat memperoleh ilmu yang sinar cahayanya dapat meluas di dalam dada serta dapat membuka penutup hati? Imam Syafii ketika masih menuntut ilmu, pernah mengeluh kepada gurunya. "Wahai, Guru. Mengapa ilmu yang sedang kukaji ini susah sekali memahaminya dan bahkan cepat lupa?" Sang guru menjawab, "Ilmu itu ibarat cahaya. Ia hanya dapat menerangi gelas yang bening dan bersih." Artinya, ilmu itu tidak akan menerangi hati yang keruh dan banyak maksiatnya.
Karenanya, jangan heran kalau kita dapati ada orang yang rajin mendatangi majelis-majelis ta'lim dan pengajian, tetapi akhlak dan perilakunya tetap buruk. Mengapa demikian? itu dikarenakan hatinya tidak dapat terterangi oleh ilmu. Laksana air kopi yang kental dalam gelas yang kotor. Kendati diterangi dengan cahaya sekuat apapun, sinarnya tidak akan bisa menembus dan menerangi isi gelas. Begitulah kalau kita sudah tamak dan rakus kepada dunia serta gemar maksiat, maka sang ilmu tidak akan pernah menerangi hati.
Padahal kalau hati kita bersih, ia ibarat gelas yang bersih diisi dengan air yang bening. Setitik cahaya pun akan mampu menerangi seisi gelas. Walhasil, bila kita menginginkan ilmu yang bisa menjadi ladang amal shalih, maka usahakanlah ketika menimbanya, hati kita selalu dalam keadaan bersih. hati yang bersih adalah hati yang terbebas dari ketamakan terhadap urusan dunia dan tidak pernah digunakan untuk menzhalimi sesama. Semakin hati bersih, kita akan semakin dipekakan oleh Allah untuk bisa mendapatkan ilmu yang bermamfaat. darimana pun ilmu itu datangnya. Disamping itu, kita pun akan diberi kesanggupan untuk menolak segala sesuatu yang akan membawa mudharat.
Sebaik-baik ilmu adalah yang bisa membuat hati kita bercahaya. Karenanya, kita wajib menuntut ilmu sekuat-kuatnya yang membuat hati kita menjadi bersih, sehingga ilmu-ilmu yang lain (yang telah ada dalam diri kita) menjadi bermanfaat.
Bila mendapat air yang kita timba dari sumur tampak keruh, kita akan mencari tawas (kaporit) untuk menjernihkannya. Demikian pun dalam mencari ilmu. Kita harus mencari ilmu yang bisa menjadi "tawas"-nya supaya kalau hati sudah bening, ilmu-ilmu lain yang kita kaji bisa diserap seraya membawa mamfaat.
Mengapa demikian? Sebab dalam mengkaji ilmu apapun kalau kita sebagai penampungnya dalam keadaan kotor dan keruh, maka tidak bisa tidak ilmu yang didapatkan hanya akan menjadi alat pemuas nafsu belaka. Sibuk mengkaji ilmu fikih, hanya akan membuat kita ingin menang sendiri, gemar menyalahkan pendapat orang lain, sekaligus aniaya dan suka menyakiti hati sesama. Demikian juga bila mendalami ilmu ma'rifat. Sekiranya dalam keadan hati busuk, jangan heran kalau hanya membuat diri kita takabur, merasa diri paling shalih, dan menganggap orang lain sesat.
Oleh karena itu, tampaknya menjadi fardhu ain hukumnya untuk mengkaji ilmu kesucian hati dalam rangka ma'rifat, mengenal Allah. Datangilah majelis pengajian yang di dalamnya kita dibimbing untuk riyadhah, berlatih mengenal dan berdekat-dekat dengan Allah Azza wa Jalla. Kita selalu dibimbing untuk banyak berdzikir, mengingat Allah dan mengenal kebesaran-Nya, sehingga sadar betapa teramat kecilnya kita ini di hadapan-Nya.
Kita lahir ke dunia tidak membawa apa-apa dan bila datang saat ajal pun pastilah tidak membawa apa-apa. Mengapa harus ujub, riya, takabur, dan sum'ah. Merasa diri besar, sedangkan yang lain kecil. Merasa diri lebih pintar sedangkan yang lain bodoh. Itu semua hanya karena sepersekian dari setetes ilmu yang kita miliki? Padahal, bukankah ilmu yang kita miliki pada hakikatnya adalah titipan Allah jua, yang sama sekali tidak sulit bagi-Nya untuk mengambilnya kembali dari kita?
Subhanallaah! Mudah-mudahan kita dimudahkan oleh-Nya untuk mendapatkan ilmu yang bisa menjadi penerang dalam kegelapan dan menjadi jalan untuk dapat lebih bertaqarub kepada-Nya.***

Zuhud

Zuhud

Ada empat tipe manusia berkaitan dengan harta dan gaya hidupnya :
Pertama, orang berharta dan memperlihatkan hartanya. Orang seperti ini biasanya mewah gaya hidupnya, untung perilakunya ini masih sesuai dengan penghasilannya, sehingga secara finansial sebenarnya tidak terlalu bermasalah. Hanya saja, ia akan menjadi hina kalau bersikap sombong dan merendahkan orang lain yang dianggap tak selevel dengan dia. Apalagi kalau bersikap kikir dan tidak mau membayar zakat atau mengeluarkan sedekah. Sebaliknya, ia akan terangkat kemuliaannya dengan kekayaannya itu jikalau ia rendah hati dan dermawan.
Kedua, orang yang tidak berharta banyak, tapi ingin kelihatan berharta. Gaya hidup mewahnya sebenarnya diluar kemampuannya, hal ini karena ia ingin selalu tampil lebih daripada kenyataan. Tidaklah aneh bila keadaan finansialnya lebih besar pasak daripada tiang. Nampaknya, orang seperti ini benar-benar tahu seni menyiksa diri. Hidupnya amat menderita, dan sudah barang tentu ia menjadi hina dan bahkan menjadi bahan tertawaan orang lain yang mengetahui keadaan yang sebenarnya.
Ketiga, orang tak berharta tapi berhasil hidup bersahaja. Orang seperti ini tidak terlalu pening dalam menjalani hidup karena tak tersiksa oleh keinginan, tak ruwet oleh pujian dan penilaian orang lain, kebutuhan hidupnya pun sederhana saja. Dia akan hina kalau menjadi beban dengan menjadi peminta-minta yang tidak tahu diri. Namun tetap juga berpeluang menjadi mulia jikalau sangat menjaga kehormatan dirinya dengan tidak menunjukan berharap dikasihani, tak menunjukan kemiskinannya, tegar, dan memiliki harga diri.
Keempat, orang yang berharta tapi hidup bersahaja. Inilah orang yang mulia dan memiliki keutamaan. Dia mampu membeli apapun yang dia inginkan namun berhasil menahan dirinya untuk hidup seperlunya. Dampaknya, hidupnya tidak berbiaya tinggi, tidak menjadi bahan iri dengki orang lain, dan tertutup peluang menjadi sombong, serta takabur plus riya. Dan yang lebih menawan akan menjadi contoh kebaikan yang tidak habis-habisnya untuk menjadi bahan pembicaraan. Memang aneh tapi nyata jika orang yang berkecukupan harta tapi mampu hidup bersahaja (tentu tanpa kikir). Sungguh ia akan punya pesona kemuliaan tersendiri. Pribadinya yang lebih kaya dan lebih berharga dibanding seluruh harta yang dimilikinya, subhanallaah.
***
Perlu kita pahami bahwa zuhud terhadap dunia bukan berarti tidak mempunyai hal-hal yang bersifat duniawi, semacam harta benda dan kekayaan lainnya, melainkan kita lebih yakin dengan apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tangan makhluk. Bagi orang yang zuhud terhadap dunia, sebanyak apapun harta yang dimiliki, sama sekali tidak akan membuat hatinya merasa tenteram, karena ketenteraman yang hakiki adalah ketika kita yakin dengan janji dan jaminan Allah.
Andaikata kita merasa lebih tenteram dengan sejumlah tabungan di bank, saham di sejumlah perusahaan ternama, real estate investasi di sejumlah kompleks perumahan mewah, atau sejumlah perusahaan multi nasional yang dimiliki, maka ini berarti kita belum zuhud. Seberapa besar pun uang tabungan kita, seberapa banyak saham pun yang dimiliki, sebanyak apapun asset yang dikuasai, seharusnya kita tidak lebih merasa tenteram dengan jaminan mereka atau siapapun. Karena, semua itu tidak akan datang kepada kita, kecuali ijin Allah. Dia-lah Maha Pemilik apapun yang ada di dunia ini.
Begitulah. Orang yang zuhud terhadap dunia melihat apapun yang dimilikinya tidak mejadi jaminan. Ia lebih suka dengan jaminan Allah karena walaupun tidak tampak dan tidak tertulis, tetapi Dia Mahatahu akan segala kebutuhan kita, dan bahkan, lebih tahu dari kita sendiri.
Ada dan tiadanya dunia di sisi kita hendaknya jangan sampai menggoyahkan batin. Karenanya, mulailah melihat dunia ini dengan sangat biasa-biasa saja. Adanya tidak membuat bangga, tiadanya tidak membuat sengsara. Seperti halnya seorang tukang parkir. Ya tukang parkir. Ada hal yang menarik untuk diperhatikan sebagai perumpamaan dari tukang parkir. Mengapa mereka tidak menjadi sombong padahal begitu banyak dan beraneka ragam jenis mobil yang ada di pelataran parkirnya? Bahkan, walaupun berganti-ganti setiap saat dengan yang lebih bagus ataupun dengan yang lebih sederhana sekalipun, tidak mempengaruhi kepribadiannya!? Dia senantiasa bersikap biasa-biasa saja.
Luar biasa tukang parkir ini. Jarang ada tukang parkir yang petantang petenteng memamerkan mobil-mobil yang ada di lahan parkirnya. Lain waktu, ketika mobil-mobil itu satu persatu meninggalkan lahan parkirnya, bahkan sampai kosong ludes sama sekali, tidak menjadikan ia stress. Kenapa sampai demikian? Tiada lain, karena tukang parkir ini tidak merasa memiliki, melainkan merasa dititipi. Ini rumusnya.
Seharusnya begitulah sikap kita akan dunia ini. Punya harta melimpah, deposito jutaan rupiah, mobil keluaran terbaru paling mewah, tidak menjadi sombong sikap kita karenanya. Begitu juga sebaliknya, ketika harta diambil, jabatan dicopot, mobil dicuri, tidak menjadi stress dan putus asa. Semuanya biasa-biasa saja. Bukankah semuanya hanya titipan saja? Suka-suka yang menitipkan, mau diambil sampai habis tandas sekalipun, silahkan saja, persoalannya kita hanya dititipi.
Rasulullah SAW dalam hal ini bersabda, "Melakukan zuhud dalam kehidupan dunia bukanlah dengan mengharamkan yang halal dan bukan pula dengan memboroskan kekayaan. Zuhud terhadap kehidupan dunia itu ialah tidak menganggap apa yang ada pada dirimu lebih pasti daripada apa yang ada pada Allah. Dan hendaknya engkau bergembira memperoleh pahala musibah yang sedang menimpamu walaupun musibah itu akan tetap menimpamu." (HR. Ahmad).***

penyebab boros

PENYEBAB BOROS
 
TIDAK ADA PERENCANAAN
  Salah satu ciri zaman modern adalah segala sesuatu dibuat menjadi sangat mudah. Lihat saja televisi, kalau dulu selain ukurannya besar, memindahkan channel-nya pun butuh tenaga. Bandingkan dengan TV zaman sekarang yang sudah menggunakan remote control, yang hanya dengan sekali sentuh, channel sudah berpindah. Termasuk untuk menggerakkan TV-nya sekalipun. Juga AC, lampu, bahkan ada yang dengan suara pun sudah bisa menjadi sensor penggerak peralatan rumah tangga kita, luar biasa. Sungguh kemampuan akal manusia telah menjadikan kebutuhan hidup kita lebih mudah untuk dilakukan.
  Tapi, kemudahan ini pun ada dampak negatifnya. Tiada lain karena segala kemudahan yang didukung dengan pengetahuan yang memadai serta sikap mental yang bermutu, ternyata dapat menjadi biang munculnya pemborosan. Ada seorang suami yang tercengang melihat rekening tagihan bulanannya yang membengkak luar biasa sesudah ia dan istrinya masing-masing memiliki kartu kredit dan menggunakan handphone. Tiada lain, karena sedemikian mudahnya menggunakan dua alat yang memang diperuntukkan sebagai pemberi kemudahan ini. Biasa tinggal menggesek dan memijit saja sampai-sampai waktu untuk mengadakan perhitungan biaya yang dikeluarkan pun terlewati.
  Sangat berlainan halnya dengan orang yang menyimpan uangnya di tabungan, yang harus berproses dulu. Untuk mengambilnya, proses ini akan cukup menghambat keinginannya untuk mudah mengeluarkan uang. Harap dimaklumi, sesungguhnya tidak berarti kartu kredit dan handphone itu buruk, melainkan para pemiliknya harus memiliki mental dan keilmuan yang lebih tangguh agar apa yang dimilikinya tidak jadi bumerang, yang akan menjebak dan menyengsarakannya.
  Salah satu yang dapat kita lakukan untuk menghindari perilaku boros ini adalah dengan membuat perencanaan keuangan. Subhanallaah, sebuah rumah tangga yang terbiasa mengadakan perencanaan, selain lebih hemat juga dapat mengadakan antisipasi terhadap kekurangan cash flow keuangan keluarga. Bahkan anak-anak pun sudah dapat dilatih sedari kecil dengan cara uang jajannya diberikan mingguan atau bahkan bulanan, sehingga sang anak sudah biasa membuat perencanaan pengeluarannya, dalam hal ini akan sangat membantu dalam program penghematan.
  Ada sebuah contoh menarik. Ibu Fulanah, sebut saja begitu, hampir setiap minggu selalu bertengkar dengan suaminya. Sebabnya adalah anggaran belanja yang tidak pernah cukup. Padahal menurut perhitungan kasar sang suaminya, dianggap sudah memadai. Sesudah diselidiki dengan seksama, ternyata ibu Fulanah ini memang tidak punya perencanaan anggaran belanja berimbang, sehingga tidak ada prioritas dalam pengeluaran uang dan tentu saja akibatnya banyak hal penting tak terbiayai sedangkan hal sekunder yang tak begitu penting malah dibeli.
  Berlainan dengan ibu Siti, bukan nama sebenarnya, yang memiliki pengetahuan untuk mengadakan perencanaan pengeluaran dan pemasukan yang berimbang. Walaupun gaji suaminya pas-pasan dan bahkan cenderung kurang, tapi dengan perencanaan yang cermat dan terbuka kepada seluruh anggota keluarga sehingga setiap anggota keluarga memahami keadaan perekonomian keluarga yang sebenarnya. Akibatnya, selain dananya tepat guna, seluruh keluarga pun terbiasa juga berhemat. Selain itu, kekurangan dana juga bisa dideteksi lebih awal dan segera dicarikan solusinya bersama. Tentu saja hasil kerja sama setiap anggota keluarga ini membantu menyelesaikan masalah yang ada. Sungguh sangat belainan dengan ibu Fulanah dan suaminya tadi yang sibuk saling menyalahkan, padahal tentu saja tidak menyelesaikan masalah, justru malah menambah masalah.
  Kalau tak percaya, untuk hal yang sederhana saja yaitu jikalau kita pergi berbelanja ke pasar atau toko serba ada namun tidak punya perencanaan yang jelas, maka akibatnya bisa secara sembrono membeli hal yang tidak prioritas. Disamping itu kurangnya perencanaan menyebabkan pula peluang kegagalan semakin terbuka lebar, berarti pemborosan dalam segala bidang.
  Maka jikalau ingin menjadi orang yang hemat, selalu adakan perencanaan yang matang dalam segala hal. Semakin mendetail/rinci maka semakin besar pula peluang untuk sukses dalam penghematan ini. Termasuk untuk hal-hal yang sederhana atau yang biasa dianggap sepele. Biasakanlah sebelum belanja tulis dengan baik dan jelas barang yang harus dibeli dan anggaran yang harus disediakan, begitu pula dalam belanja bulanan, rumah tangga yang terbiasa mengadakan perencanaan, selain lebih hemat juga bisa mengadakan antisipasi terhadap kekurangan biaya belanja, bahkan anak-anak pun sudah bisa dilatih mulai dari kecil dengan cara uang jajannya bisa diberikan mingguan atau bahkan bulanan, sehingga sang anak sudah biasa membuat perencanaan pengeluarannya, dan hal ini akan sangat membantu dalam hal efisiensi.
  Hanya saja harus juga dianggarkan dengan jelas biaya sedekah sebagai investasi penting untuk penolak bala dan bencana, pengundang rezeki yang lebih berkah. Jangan sampai keinginan hemat menjadi kekikiran dalam kebaikan. Rasulullah dalam hal ini bersabda, "Orang yang kikir akan jauh dari Allah dan jauh dari manusia" (HR Thabrani).
  Allah SWT pun menjelaskan dalam firman-Nya, "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan, jika kamu tidak menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui" (QS. Ali Imran [3] : 92). Dalam ayat lain, "Dan barangsiapa yang terpelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung" (QS. Ath Taghabun [54] : 16).
  Nampaklah bahwa perencanan finansial yang berdampak pada perilaku hemat, ternyata bukan berarti harus kikir.***
 
KURANG PERAWATAN
  Aini sekali lagi harus pergi ke dokter gigi untuk memeriksakan giginya yang sering sakit. Padahal dokter gigi yang praktek di kampungnya cuma satu-satunya dan berjarak cukup jauh hingga untuk mendapatkan perawatan dokter tersebut ia harus meluangkan waktu lebih awal dan tetap antri berlama-lama bersama-sama dengan pasien lain. Aini sebetulnya tidak perlu repot-repot pergi ke dokter gigi seandainya ia rajin merawat kesehatan giginya. Perawatan yang ringan dengan kebiasaan menjaga kebersihan tentu lebih menguntungkannya. Ia tidak perlu membuat jadwal khusus untuk pergi ke dokter gigi yang selain menyita waktu dan tenaga, juga menguras keuangannya untuk sekedar ongkos naik angkot dan membeli obat.
  Silahkan bayangkan sendiri apa yang terjadi andaikata kita tidak merawat gigi kita selama sebulan saja, jangan digosok, biarkan saja! Resiko apa kira-kira yang akan kita pikul (keuntungan yang diperoleh adalah hemat odol, hemat waktu, dan hemat tenaga).
  (Maaf) Gigi menjadi kuning menebal membuat mual siapapun yang melihatnya, aromanya benar-benar memusingkan siapapun yang menghirupnya tentu saja termasuk yang bersangkutan, penyakit mulut serba kumat bisa jadi sariawan, infeksi mulut, termasuk sakit gigi (seperti yang kita maklumi sakit gigi adalah sakit yang paling dramatis, selain sakitnya hampir tak tertahankan, jarang ada yang menengok apalagi mengirim makanan bahkan terkadang jadi bahan tertawaan), hubungan dengan sesama akan kacau berantakan, begitupun hubungan bisnis/kerja, sekali lagi silahkan kalkulasikan sendiri kerugian dari segala sisi terhadap akibat dari kurangnya perawatan.
  Hal ini berlaku terhadap apapun yang harus dirawat, barang-barang rumah tangga, elektronik, kendaraan, apapun termasuk tubuh kita sendiri, kita akan menanggung resiko pengeluaran yang jauh lebih besar dibanding biaya perawatan berkala yang dilakukan.
  Pernah kami melihat sebuah mobil Mercy tahun 48, yang masih sangat mulus, karena pemiliknya begitu disiplin merawatnya dengan seksama, baik kondisi bodinya maupun mesinnya, bahkan sampai komponen detail interiornya sekalipun, karena dengan teratur dibersihkan secara apik dan benar, begitu pun penggantian komponen atau pelumas sesuai dengan aturan ausnya, dianggarkan secara khusus, dan hasilnya selain mobil itu awet dan masih sangat nyaman dipakai juga punya nilai jual yang jauh lebih tinggi.
  Mahasuci Allah SWT yang menjanjikan "La insyakartum la adzii dannakum wa la in kafartum inna adzaabi la syadiid" (QS. Ibraahim [14] : 7) yang artinya "Barangsiapa yang bersyukur atas nikmat yang ada niscaya Kutambah nikmat-Ku padamu, dan barangsiapa yang tiada tahu bersyukur niscaya adzab Allah sangat pedih."
  Memelihara nikmat yang Allah titipkan/karuniakan kepada kita sesungguhnya termasuk amal shaleh yang utama dan dikategorikan ahli syukur yang pasti mendapat balasan nikmat lain yang lebih baik, dan sebaliknya orang yang tak mau merawat nikmat ini termasuk orang yang kufur nikmat yang akan memikul derita kerugian lahir batin, naudzubillaah.
Sebetulnya anggaran untuk merawat, tidak boleh disebut biaya perawatan, melainkan investasi/modal, seperti halnya membeli sikat gigi dan pastanya bukan biaya melainkan modal untuk menikmati gigi yang sehat, bisa makan dengan nikmat dan lain sebagainya.
  Oleh karena itu, marilah kita songsong nikmat yang melimpah yang Allah janjikan dengan mensyukuri nikmat yang ada yaitu diantaranya dengan merawat, memelihara dengan baik, teratur dan benar.
 
DIPERBUDAK NAFSU
  Sesungguhnya pemboros sejati adalah orang-orang yang memang pecinta duniawi ini, yang mengutamakan topeng ingin dipuji dan dihormati orang lain, yang bersikukuh menjaga gengsi, yang ingin serba enak dengan kemewahan, yang larut sebagai korban mode atau korban jaman, yang pada ujungnya penyebabnya adalah kurang iman akibat kurang pengetahuan tentang hakekat hidup mulia yang sebenarnya.
  Memang menyedihkan kehidupan yang selalu diukur dengan ukuran materi dengan badai informasi lewat media cetak maupun elektronik lewat film, sinetron, lagu, iklan, dan lain-lain, mempertontonkan kehidupan mewah, glamour, membuat banyak orang yang hidup tidak realistis seakan jauh lebih besar pasak daripada tiang, dan semua ini juga menjadi biang keresahan dan kesengsaraan batin juga menjadi biang terjadinya tindakan ketidakjujuran/kejahatan, karena untuk mendapatkan obsesinya tersebut akan menghalalkan segala cara.
  Tukang jaga gengsi, kasihan benar orang yang sangat menjaga gengsi takut tertinggal oleh orang lain, dia akan pontang-panting untuk memiliki sesuatu agar gengsinya dianggap tetap terjaga, walaupun harus pinjam sana-pinjam sini tentu saja barang yang dimilikinya tak akan membahagiakannya karena taruhan untuk memilikinya sesungguhnya diluar kemampuannya.
  Korban mode ini pun selain pemboros juga menderita, karena selalu ingin tampil up to date bermode sesuai dengan jaman, tentu akan repot karena mode terus menerus berubah pasti akan sangat menguras tenaga, waktu, dan biaya, dan yang paling meyedihkan paling sering seseorang merasa keren sesuai dengan mode padahal yang melihatnya menjadi sangat geli bahkan mengasihani, karena selain seringkali mode itu tak sesuai/tak pantas, orang lain juga sudah tahu modal yang sebenarnya.
  Si Sombong, kalau si Sombong tak pernah tahan melihat orang lain melebihi keadaannya, sehingga yang terus ada dalam benak pikirannya adalah bagaimana selalu kelihatan lebih dari orang lain dalam hal apapun, makanya dia begitu menderita melihat kesuksesan, kekayaan, dan kemajuan orang lain, maka akan berjuang mati-matian dengan cara apapun agar selalu tampak lebih bagus, lebih moderen, lebih kaya, lebih elit, dia sudah tak perhitungkan lagi biaya yang keluar dan dari mana asalnya yang penting lebih dari orang lain.
  Si Riya, alias tukang pamer, kalau si Riya ini persis mirip etalase sibuk ingin memiliki sesuatu yang diharapkan membuat dirinya diketahui kekayaanya, statusnya, dan lain sebagainya, tentu saja ia akan berusaha pamer pakai barang luar negeri, ekslusif, lain dari yang lain, yaa sebetulnya mirip satu sama lain, fokus dari pikirannya adalah bagaimana supaya dinilai hebat oleh orang lain setidaknya tidak diremehkan.
  Dalam beberapa hal menjaga kemuliaan diri ini adalah kebaikan, tapi kalau sampai menyiksa diri, melampaui batas kemmpuan apalagi sampai melanggar hak-hak orang lain termasuk yang diharapkan, maka jelaslah kerugian dunia akhiratnya.
 
CEROBOH ATAU KURANG PERHITUNGAN (LALAI)
  Kawan karibnya tergesa-gesa adalah ceroboh, tidak hati-hati, atau tidak berperhitungan cermat. Boleh jadi dia sudah punya perencanaan matang lalu menahan diri dari tergesa-gesa tapi belum juga luput dari kerugian kalau dia masih bertindak ceroboh. Skala kerugian akibat ceroboh ini sangat macam-macam mulai dari yang sederhana sampai bencana masal lahir batin melibatkan orang banyak.
  Kisah kawan yang baru pulang dari Timur Tengah, dengan penuh keceriaan dan bangga memperlihatkan oleh-oleh yang katanya barang elektronik langka dan tidak ada di Indonesia. Sudah sangat terbayang dibenaknya selama perjalanan untuk mempergunakan alat canggih dan mahal ini, maka sesampainya di rumah sebelum melakukan apapun segera saja dibuka bungkusnya untuk dioperasikan secepatnya. Dengan diiringi uraian panjang lebar tentang keutamaan alat ini maka segeralah kabel listriknya dipasang. Tunggu punya tunggu kenapa tidak jalan seperti semestinya, bahkan beberapa saat kemudian tercium bau khusus, ya bau khusus kabel terbakar dan benar saja asap pun segera menghiasi alat baru tersebut. Walhasil selain kaget, sedih, kecewa. Tentu saja sangat rugi uang, waktu, dan tenaga mengangkut dari jauh ribuan kilo meter, hanya dalam bilangan detik saja menjadi sampah tak berguna karena kecerobohan lupa merubah voltase listriknya.
  Ada kisah yang lebih dramatis lagi, semoga tidak ada orang yang mengulangi kecerobohan ini, yaitu ketika seorang ayah yang tentu sangat sayang kepada keluarganya, harus mengantar istri dan anaknya berobat ke dokter, mampir di sebuah apotik untuk membeli obat. Ketika keluar dari mobil, segera saja lari masuk ke dalam apotik, tiba-tiba terdengar jeritan dan suara benturan yang keras lalu suara benda besar terjun ke sungai, apakah yang terjadi? Ternyata sang suami ini begitu ceroboh memarkir mobilnya di pinggir jalan yang menurun dan tidak memasang rem tangan ataupun memasukkan gigi persenelingnya, sehingga sepeninggalnya mobil ini meluncur dengan sendirinya tak terkendali lalu membentur dinding jembatan dan akhirnya jatuh ke sungai, sungguh tragis. Ternyata hidup dengan mengandalkan kasih sayang saja tidak cukup, melainkan juga harus dengan kehati-hatian. Jauh dari kecerobohan.
  Belum lagi kisah seorang ibu yang mengantuk ketika memberi obat kepada anaknya, yang ternyata harus rela kehilangan buah hatinya, karena ceroboh salah memberikan obat.
  Begitu banyak kisah kecerobohan dari sisi kehidupan manapun yang ujungnya adalah bencana yang sangat merugikan dan memilukan. Oleh karena itu, sebagai langkah awal kita harus selalu berupaya memahami segala sesuatu dengan baik. Luangkanlah waktu untuk mempelajari prosedur dan aturan-aturan penggunaan, cara pakai yang benar, dosis atau takaran yang pasti, bacalah buku/lembaran panduannya terlebih dahulu, dan pahami dengan seksama berikut segala larangan dan resikonya.
  Lalu tahap selanjutnya berusahalah untuk disiplin dan tertib melaksanakan sesuai aturan. Ikutilah tahapan-tahapan dan batasan-batasan yang dianjurkan/diharuskan dengan seksama, dan bersabarlah untuk mengikutinya, jangan sok tahu dan menganggap enteng.
  Selalu melakukan sesuatu dengan kesungguhan, kehati-hatian dan konsentrasi yang baik agar tak terjadi kecerobohan yang merugikan.
 
MALAS
  Berbicara tentang kemalasan, maka bukan berbicara tentang kurang pengetahuan. Dia tahu tapi tetap tidak melakukan hal yang semestinya dilakukan, ya karena enggan atau malas itulah, dan kerugian yang timbul pun bukan main-main bisa jadi sampai hilang nyawa. Para pengangguran yang malas mencari nafkah, atau malas bekerja keras, benar-benar makhluk beban biang pemborosan karena walaupun menganggur dia tetap harus menguras dana untuk makan, minum, tempat berteduh, mandi, listrik, air ledeng, dan lain sebagainya..
  Padahal kalau dia mau saja keluar dari rumahnya dengan niat dan tekad untuk bekerja keras mencari nafkah niscaya akan seperti burung yang keluar dari sangkarnya dan kembali membawa cacing untuk makan keluarganya, jadi bukan karena tidak ada jatah rizkinya melainkan malas menjemput jatahnya.
  Ada seorang pemuda, malah mahasiswa, mempunyai motor yang bagus tapi dia malas sekali untuk memarkir kendaraannya di tempat semestinya, merasa lebih mudah menyimpan di depan pintu kostnya dan dia pun malas untuk repot-repot menggunakan rantai pengaman. Di ujung kisah ini sudah bisa ditebak, kemalasan seperti ini adalah memberi kemudahan bagi para maling untuk melakukan aksinya. Malas mengeluarkan waktu dan tenaga yang tak seberapa dan hasilnya lenyaplah berjuta-juta hasil tabungan orang tuanya plus masih harus nyicil sisanya.
  Kisah lainnya tentang safety belt atau sabuk pengaman. Karena merasa sudah terbiasa tak menggunakan dan juga malas memakainya, maka Pak Fulan sang boss sebagai pemilik mobil mewah harus memiklul derita yang menyedihkan, yaitu tatkala ada mobil orang lain yang hilang kendali sehingga menabrak mobilnya tanpa bisa dihindarkan. Akibatnya, selain harus berbaring di rumah sakit berbulan-bulan karena geger otak dan patah tulang tangan serta kakinya yang tentu mengeluarkan biaya mahal, juga tak dapat bekerja dengan baik yang menghilangkan kesempatan bisnisnya, serta silahkan hitung jenis kerugian lainnya. Hal yang berbeda tidak dialami sang supir yang walaupun pendidikannya hanya Sekolah Dasar tapi selalu berusaha tertib, disiplin, dan tidak mengenal malas untuk menyempurnakan kewajibannya. Sang supir selamat karena menggunakan sabuk pengaman dengan baik dan juga tidak pernah malas untuk berdo’a meminta perlindungan kepada Allah yang menguasai segala kejadian. Tak pernah malas untuk berdzikir sepanjang jalan, juga tak pernah malas untuk bersedekah, bukankah sedekah adalah penolak bala.
  Silahkan renungkan sendiri perkara kemalasan lainnya. Misalnya malas mandi, maka bersiaplah untuk berpanu ria. Malas mengerjakan tugas dan belajar maka bersiaplah untuk tidak naik kelas/tingkat. Malas ngantor maka bersiaplah untuk dirumahkan, malas beribadah maka bersiaplah untuk mendapatkan penderitaan dunia akhirat (naudzubillaah), bukankah tugas kita ini untuk beribadah?! Percayalah tidak ada jalan kesuksesan bagi pemalas yang malang. Maka, marilah kita lawan dengan segenap tenaga, dobrak, bagai buldozer menggempur penghalang. Yakinlah bahwa kita sangat sanggup melawan kemalasan yang merugikan dan menghinakan itu dengan mudah asalkan mau memulainya dengan DO IT NOW. Lakukan sekarang juga apa yang harus kau lakukan. Selamat menikmati hasilnya.
 
KURANG KENDALI
  Ada sebuah rumus sederhana untuk sebuah kebangkrutan, pada umumnya jatuhnya sebuah usaha itu tidak langsung sekaligus melainkan pelan menjalar dan akhirnya menjadi parah tak tertahankan, dan penyebab semua ini adalah lemahnya system pengontrolan dari usaha tersebut.
  Ya bagi siapapun yang mau pergi menggunakan kendaraan dan tidak melakukan pengontrolan terhadap jumlah bahan bakar yang ada maka bersiaplah stress sepanjang jalan dan siap pula untuk berkuah peluh mendorongnya, apalagi perjalanan keluar kota dan tidak punya sistem pengontrolan terhadap air radiator, oli, ban cadangan dan peralatannya, kotak P3K, atau hal lainnya maka bersiaplah untuk memikul biaya besar akibat kelalaian pengontrolan ini.
  Orang tua yang tidak punya sistem kontrol yang baik terhadap perilaku dan pergaulan anak-anaknya, tampaknya terlalu banyak contoh di sekitar kita tentang aib dan bencana yang harus dipikul kedua orang tuanya.
  Begitu pun organisasi yang lemah sistem kontrolnya baik ke atas maupun ke bawah niscaya organisasi ini akan menjadi organisasi babrok, tak bermutu, tak akan berprestasi dengan benar dan baik, dan suatu saat pasti ambruk karena memang demikianlah sunnatullah-nya. Termasuk sakitnya bangsa ini jelas sekali menjadi pelajaran bagi kita semua, korupsi dimana-mana merajalela disegala lapisan, sungguh menyedihkan memang bangsa kita punya moral yang sangat buruk begini, pelajaran yang dapat diambil memang sistem pengontrolan dari rakyat ke penguasa hampir tiada, aparat yang harus juga ternyata tak jujur maka ya jadilah semrawut begini.
  Oleh karena itu marilah kita mulai dari diri kita, keluarga kita untuk berbudaya membangun system pengontrolan yang baik, benar dan tepat, awali pengetahuan tentang resiko yang harus dipikul yang dapat dicegah dengan cek dan ricek yang baik, lalu biasakan membuat check list, atau daftar pengecekan yang jelas dan detail, dan mulailah membiasakan untuk tidak melakukan apapun sebelum mengadakan check dan ricek tadi, Insya Allah semoga Dia mencegah segala kemudharatan dengan sikap kita yang penuh kehati-hatian ini, sehingga kita lebih dapat menikmati hidup ini dengan lebih baik.
SEGALANYA MUDAH
  Salah satu ciri dari zaman modern ini adalah segala sesuatunya dibuat menjadi sangat mudah, lihat saja TV, kalau dulu selain ukurannya besar memindahkan chanelnya juga butuh tenaga, bandingkan dengan TV saat ini, sudah menggunakan remote yang hanya disentuh saja termasuk menggerakkan TV-nya sekalipun, juga AC, lampu, bahkan suara kita pun sudah bisa jadi sensor penggerak peralatan, luar biasa.
  Tapi ada dampak negatifnya segala kemudahan yang tak didukung dengan pengetahuan yang memadai serta sikap mental yang bermutu, karena ternyata biang pemborosan pun bisa lahir dari kemudahan ini.
  Ada seorang suami yang tercengang melihat rekening tagihan bulanannya yang membengkak luar biasa sesudah beliau dan istrinya masing-masing memiliki kartu kredit dan menggunakan handphone, karena demikian mudahnya menggunakannya tinggal menggesek dan memijit saja sampai-sampai waktu untuk mengadakan perhitungan pun terlewati, tentu sangat berlainan halnya dengan orang yang menyimpan uang di tabungan yang harus berproses untuk mengambilnya, proses ini akan cukup menghambat keinginannya untuk mudah mengeluarkan uang, harap dimaklumi sesungguhnya tidak berarti kartu kredit dan handphone itu buruk melainkan para pemiliknya harus memiliki mental dan keilmuan yang lebih tangguh agar apa yang dimilikinya tidak jadi bumerang, yang akan menjebak dan menyengsarakannya.
  Sistem belanja dengan mencicil juga harus dicermati dengan seksama, kemudahan yang diberikan dengan kiriman langsung ke rumah dan dicicil bulanan, tentu saja ada mamfaatnya tapi tidak jarang menjadi ajang pemborosan karena digunakan untuk memiliki sesuatu yang sebetulnya tidak/belum begitu diperlukan, sedangkan cicilan-cicilan yang beraneka ragam akan sangat terasa ketika sudah mulai mencicilnya dan lebih terasa lagi jikalau cicilannya jangka panjang sedang sang barang tak begitu tinggi nilai mamfaatnya atau bahkan sudah rusak.
  Termasuk berbelanja di superstore, yang sangat serba ada, daya rangsang untuk membeli akan timbul dengan kemudahan melihat barang-barang tersebut, yang sebetulnya jikalau mau jujur tanpa barang tersebut pun tak akan berpengaruh bagi keadaan rumah tangga, sungguh harus sangat berhati-hati selain harus direncanakan dengan baik apa yang akan dibeli juga harus dibatasi membawa uangnya agar tak kebobolan, berbelanja hanya karena tergiur dengan kemudahan melihat dan mendapatkannya.